JABARNEWS | BANDUNG – Kota Bandung, ibukota Jawa Barat, tengah bergulat dengan berbagai persoalan lingkungan hidup yang kian kompleks memerlukan Raperda RPPLH sebagai ‘Kompas’ menuju kota yang lestari atau sekedar angin segar semata.
Melalui kegiatan FGD (Forum Group Discussion) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) yang digelar pada 15 Juni 2024 menjadi cerminan nyata keseriusan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini.
Persediaan Air Baku Sangat Krusial
Salah satu pembicara FGD, Ketua Pansus 7 DPRD Kota Bandung, Yudi Cahyadi, S.P., membeberkan bahwa RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Kota Bandung baru mencapai 12%, jauh dari angka ideal. Ditambah lagi dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, diprediksi mencapai 3-4 juta jiwa, kian memperparah tekanan terhadap lingkungan hidup.
Persoalan air pun tak kalah pelik. Ketersediaan air baku menjadi isu krusial, diiringi pula dengan kualitas tanah dan udara yang memprihatinkan. Hal ini tak lepas dari laju pembangunan yang pesat, di mana tak jarang mengabaikan aspek kelestarian lingkungan.
RPPLH Sebagai Angin Segar
Di tengah situasi genting ini, Raperda RPPLH hadir sebagai angin segar. Diharapkan regulasi ini mampu menjadi kompas arah dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup di Kota Bandung. Periode panjangnya yang mencapai 30 tahun menandakan komitmen jangka panjang pemerintah untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan.
Namun, menyusun Raperda yang komprehensif bukan perkara mudah. Diperlukan masukan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat luas. FGD RPPLH menjadi wadah strategis untuk menjaring ide dan solusi dari beragam perspektif.
Tantangan berat menanti di depan mata. Merumuskan regulasi yang tepat, memastikan implementasi yang efektif, dan mendorong kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan Bandung yang lestari dan layak huni.(red)