Ketiga, SETARA Institute mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memberikan teguran kepada Walikota atas sikap dan tindakannya tersebut. Walikota dan aparatur Pemerintah Kota dan Kecamatan disana.
Aparatur negara, termasuk DPRD, aparat TNI dan kepolisian setempat, serta perangkat kecamatan, harus bersikap netral dan patuh pada UUD Negara Republik Indonesia tahun dimana Pasal 28E, Pasal 28I, dan Pasal 29 (2) memberikan jaminan kesetaraan kepada tiap-tiap orang untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Demikian pula dengan Panglima TNI dan Kapolri. Mereka harus memberikan peringatan dan teguran keras kepada jajarannya yang mendukung kegiatan organisasi intoleran.
Keempat, berkaitan dengan isu ini, SETARA Institute juga mendesak Pemerintah Pusat untuk meninjau ulang penamaan organisasi ANNAS yang mengandung frasa “Anti Syiah”, dengan tetap menghormati hak berkumpul dan berorganisasi sesuai jaminan HAM dan hak konstitusional warga.
Permusuhan terhadap sesama warga negara yang diekspresikan sebagai nama dan misi organisasi nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 yang menjamin kesetaraan warga negara. Frasa “Anti Syiah” sebagai penciri utama ANNAS jelas bertentangan dengan Pasal 3 UU Ormas, yang berbunyi “Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945***