Rotasi dan Mutasi ASN Pemkab Bekasi Kental Unsur Politik

JABAR NEWS | KABUPATEN BEKASI – Apabila melihat dari proses mutasi ASN Pemkab Bekasi yang pertama dan kedua tidak bisa dilepaskan dari dinamika pilkada 2017 yang telah usai. Di mana bupati yang mencalonkan dengan wakil bupati memiliki kepentingan politik yang berbeda.

hal tersebut diungkapkan Harun Alrasyid, pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Islam ’45 (Unisma) Bekasi yang menanggapi soal rotasi besar-besaran sebanyak dua kali dalam waktu berdekatan yang menimbulkan gejolak pada ASN di Pemkab Bekasi hingga saat ini, saat di hubungi via telephone, Senin (06/03/2017).

Baca Juga:  Gernas BBI di Samarinda, Momentum Kegiatan BUMDes untuk Terus Berkelanjutan

Seperti diketahui, dua rotasi dan mutasi pejabat dalam jumlah besar terjadi di Kabupaten Bekasi hanya dalam rentang waktu dua bulan. Pada Januari lalu, Plt. Rohim Mintareja yang mengisi posisi Neneng yang sedang cuti Pilkada merotasi 1.048 ASN. Kemudian, Jumat (3/3/2017), Neneng melakukan hal serupa dengan merotasi 749 ASN.

Rotasi ini pun memunculkan persoalan, terutama mereka yang akhirnya diturunkan kembali jabatannya. Untuk diketahui, pada Pilkada 2017 lalu, Bupati Neneng dan Wakilnya Rohim berada pada kubu yang berbeda. Neneng kembali maju sebagai calon bupati, sedangkan partai yang dipimpin Rohim mengusung calon yang berbeda.

Baca Juga:  Perwira Polisi Ini Turut Diperiksa dalam Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

“Ini sudah tidak bisa dihindarkan lagi, karena memang kepentingan politiknya begitu kental. Keputusan dua rotasi ini imbas dari dinamika pilkada. Kalau tidak ada perbedaan pada kepentingan politik kan sebetulnya bisa dikominukikasikan, lebih baik. Ini tidak bisa dihindarkan dari Pilkada, namun jangan sampai jadi berkelanjutan,” lanjut Harun.

Baca Juga:  PSSI Tunggu Keputusan FIFA, Setelah Laporkan Tragedi Kanjuruhan

Persoalan dua kubu di pemerintahan ini, kata Harun, dapat memunculkan kegaduhan hingga berpengaruh pada kinerja dan pelayanan kepada masyarakat. Karena ada beberapa PNS yang melakukan gugatan.

“Birokrat punya hak untuk melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Secara pribadi mereka memiliki hak. Meski memang keputusan PTUN itu tidak wajib dilakukan bupati karena faktanya keputusan PTUN banyak tidak dilakukan kepala daerah di daerah lain,” tandasnya. (Seh)

Jabar News | Berita Jawa Barat