Soroti Tragedi Kanjuruhan, Pakar Sosiologi Unpad Sebut Suporter di Indonesia Perlu Diedukasi

Suporter Arema FC, Aremania, turun ke lapangan seusai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022-2023 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). (Foto: Tribunnews).

Menurut Hery, karena seseorang individu dalam menghasilkan crowd behavior menurutnya akan memiliki keberanian semu yang mampu memicu keberanian kolektif lainnya. Hal itu, menurutnya didorong oleh sifat suporter tim sepak bola yang memiliki militansi.

“Seorang individu dalam crowd akan cenderung merasa berkali-kali lipat lebih berani dalam melakukan sesuatu yang ada dipikirannya, ia akan tidak ragu-ragu dalam melakukan niatannya. Hal dapat terjadi karena ia merasa akan didukung oleh kelompoknya dalam segala tindakan yang dilakukannya,” ungkapnya.

Baca Juga:  Duh! Hari Raya Idul Adha, Puluhan Ekor Sapi di Cianjur Mati Karena PMK

Dalam kasus Kanjuruhan, Hery menerangkan, kekalahan tim Arema memicu pendukungnya menghasilkan perilaku crowd behavior.

Pasalnya, lanjut dia, para suporter telah menganggap tim sebagai identitas sosial ataupun konsep diri mereka. Ketika sesuatu terjadi ataupun menimpa tim, menurutnya hal itu seakan menyentuh harga diri (self esteem) ataupun sisi batin terdalam pendukungnya.

Baca Juga:  Ridwan Kamil Bakal Bentuk Gugus Tugas untuk Cari Solusi Penghapusan Tenaga Honorer

“Sehingga secara umum, kekesalan hingga kemarahan akan dapat mudah tersulut, karena jiwa dan pikiran suporter selalu berhubungan dengan tim dan seluruh dinamikanya,” tandasnya. (Red)

Baca Juga:  Pemprov Jabar Tunda Pencairan Belanja Daerah, Ini Kata Pengamat