Sudah Tahu Belum? 5 Bangunan Bersejarah Yang Ada Di Bandung

JABARNEWS | BANDUNG– Bandung memiliki banyak Bangunan bersejarah. Pada artikel kali ini akan dibahas lima bangunan bersejarah di Bandung.

1. Gedung Sate – Gedung ini mulai dibangun tahun 1920 dan hingga saat ini masih berdiri kokoh. Gedung sate berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.

Gedung Sate pada masa Pemerintahan Hindia Belanda disebut sebagai Gouvernements Bedrijven (GB). Peletakkan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Cops yang merupakan putri sulung Walikota Bandung. Gedung Sate awalnya diperuntukkan bagi Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Bahkan sempat menjadi pusat Pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum.

Pada 3 Desember 1945, terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh pemuda yang mempertahanakan Gedung Sate dari serangan Pasukan Gurkha. Demi mengenang jasa ketujuh pemuda tersebut maka didirikan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Berdasarkan perintah Menteri Pekerjaan Umum, pada tanggal 3 Desember 1970, tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.

2. Museum Mandala Wangsit Siliwangi – Bangunan Bersejarah di Bandung selanjutnya Museum Mandala Wangsit Siliwangi yang dibangun pada masa penjajahan Belanda antara tahun 1910-1915. Bangunan ini memiliki gaya arsitektur Romantisisme dan digunakan sebagai tempat tinggal pawa perwira Belanda.

Selanjutnya bangunan ini digunakan markas untuk bersembunyi dari pihak Jepang saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942. Bangunan ini kemudian diambil alih oleh Pasukan Siliwangi dan digunakan sebagai markas Divisi Siliwangi (Akademi Militer Bandung) setelah kemerdekaan, yaitu pada tahun 1949-1950.

Baca Juga:  Ada Pertunjukan Lumba-lumba di Pesta Rakyat 2017 Kota Tasikmalaya

Pada 23 Mei 1966, bangunan ini beralih fungsi menjadi Musem dan diresmikan oleh Panglima Divisi Siliwangi ke-8 yaitu Kolonel Ibrahim Adjie. Tahun 1979, gedung ini direhabilitasi dan menjadi gedung bertingkat dua.

Penggunaannya diresmikan pada tanggal 10 November 1980 oleh Pangdam Siliwangi ke-15, Mayjen Yoga Sugama dan dengan penandatangannan prasasti oleh Presiden Soeharto. Museum ini berisi:

  • Koleksi peralatan perang yang digunakan oleh Pasukan Kodam Siliwangi dari senjata tradisional Sunda hingga senjata modern
  • Peralatan perang di zaman perang kemerdekaan Indonesia saat masa Pendudukan Jepang
  • Galeri lukisan yang menggambarkan romusha atau kerja paksa pada masa pendudukan Jepang
  • Koleksi fotografi peristiwa Bandung Lautan Api dan peristiwa peracunan tanggal 17 Februari 1949
  • Koleksi bedok (busana) yang digunakan Ki Hadjar Dewantara

    3. Monumen Bandung Lautan Api – Monumen Bandung Lautan Api dibangun untuk mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1946.

    Peristiwa ini berawal dari ultimatum tentara sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI sekarang TNI) meninggalkan kota Bandung. Selain itu, mereka juga menginginkan agar semua warga Bandung di luar TNI dan BKR menyerahkan senjata. Warga Bandung menganggap hal ini sebagai tindakan menyerah tanpa syarat.

    A.H. Nasution, Komandan Divisi III Siliwangi, mengobarkan semangat perjuangan dengan membumihanguskan Bandung Selatan. Seluruh warga Bandung Selatan pun ikut membakar wilayah mereka dan berbondong-bondong meninggalkan Bandung. Proses pembakaran ini disertai dengan pertempuran yang cukup dahsyat, terutama di daerah Dayeuhkolot. Pada peristiwa ini, dua pejuang tewas saat meledakkan gudang amunisi, yaitu Moh. Toha dan Moh. Ramdan. Nama keduanya diabadikan sebagai nama jalan disekitaran Tegal Lega, Bandung.

    4. Gedung Merdeka – Gedung Merdeka berada di Jalan Asia Afrika No. 65, Kota Bandung. Gedung ini dulunya adalah sebuah toko yang dimiliki warga keturunan Tionghoa. Toko tersebut dijadikan tempat berkumpul orang-orang Belanda di Bandung yang menjadi anggota Societeit Concordia pada tahun 1879.

    Toko ini pun dibeli dan diperluas bangunannya pada tahun 1895. Bangunan ini direnovasi secara besar-besaran pada tahun 1921 oleh arsitek Van Gallen Las dan C.P. Wolff Schoemaker dengan menggunakan gaya art deco.

    Pada masanya, gedung ini menjadi gedung pertemuan ”super club” yang paling mewah, lengkap, eksklusif, dan modern serta dapat menampung hingga 1.200 tamu. Gedung baru dibangun pada tahun 1940 di sisi timur bangunan lama oleh arsitek Ir. A.F. Aalbers.

    Pada masa pendudkan Jepang, gedung ini menjadi pusat kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) dan tempat pertemuan (Dai Toa Kaikan).

    Gedung ini menjadi markas pemuda Indnesia untuk menghadapi tentara Jepang yang tidak bersedia menyerahkan kekuasaannya setelah Jepang kalah dari Sekutu.

    Setelah Indonesia merdeka, gedung ini dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum. Gedung ini berpindah tangan ke Pemerintah Indonesia menjelang Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955.

    Gedung ini semula bernama Gedung Societeit Concordia dan diubah namanya menjadi Gedung Merdeka oleh Presiden Soekarno pada tanggal 7 April 1955.

    Penamaan gedung ini dimotivasi oleh semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Asia-Afrika yang masih terjajah.

    5. Museum Konferensi Asia-Afrika – Museum Asia Afrika di bandung tidak terlepas dari gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S. H., LL.M. Beliau menyatakan gagasan tersebut karena terilhami oleh keinginan untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika 1955 yang merupakan tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia. Gagasan tersebut memperoleh sambutan baik, utamanya dari Presiden Soeharto.

    Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika pun mewujudakan gagasan tersebut. Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika (Joop Ave), Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjajaran bekerjasama mewujudkan pendirian museum tersebut. PT Decenta merupakan pihak yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan teknis pendirian museum. Museum Konferensi Asia Afrika diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980.

    Penulis: Dewi Gayatri

Baca Juga:  Begini Cara Himapsi UM Bandung Bentuk Karakter Islami Mahasiswa Psikologi