JABARNEWS | BANDUNG – Bayangkan ini: pagi buta, belasan jurnalis Bandung bergegas ke Rancabali, Ciwidey. Dinginnya udara pagi tak menyurutkan semangat mereka untuk mengikuti “Touring Demokrasi” KPU (Komisi Pemilihan Umum) Jawa Barat 2024, Jumat 15 November 2024. Mereka berharap acara ini bakal seru, penuh diskusi politik bermakna. Nyatanya? Sambutan pertama di lokasi adalah spanduk kecil yang hampir copot diterpa angin, bertuliskan “Welcome, Demokrasi Warriors.” Kalau ini sebuah pertanda, ya, benar saja.
Goodybag dan Ketua PPK: Duet Komedi yang Tak Terduga
Acara yang semula menjanjikan kehadiran Ketua KPU Jabar. Yang muncul? Ketua PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Ranca Bali. Wajah jurnalis berubah. Mereka saling melirik, mencoba menebak siapa yang bakal dijadikan narasumber. Puncaknya, sesi foto dadakan muncul dengan gimmick… goodybag. Iya, kantong mayat.
“Ini simbol perjuangan demokrasi,” ucap panitia dengan percaya diri. Tapi jurnalis di lapangan malah kelihatan seperti pemain ekstra di film zombie kelas B. Beberapa bahkan susah menahan tawa getir. Dalam hati, mungkin mereka bertanya: “Ini acara demokrasi atau gladi resik HUT RI 17 Agustusan tingkat kecamatan ?”
Saat ditanya soal absennya KPU Jabar, EO yang bertugas justru tampak bingung. “Kami hanya pihak ketiga. Tadi siang sih ada dari KPU Kabupaten Bandung,” jawab mereka. Lalu, siapa sebenarnya penanggung jawab utama acara ini? Entahlah. Semuanya serba kabur, persis seperti rencana kegiatan hari itu.
Yel-Yel Demokrasi yang Gemilang di Kamera EO
Pihak EO tampak sangat semangat. Mereka meminta jurnalis berpose sambil meneriakkan slogan Pilgub Jabar: “Gemilang (Gembira Memilih Langsung).” Semua direkam, tentu saja, untuk dokumentasi. Tapi ironinya, semangat di depan kamera itu lebih terasa seperti formalitas untuk laporan ke atasan. Realitanya, tak ada sesi diskusi mendalam, apalagi dialog demokrasi seperti informasi awal.
Setelah sesi foto selesai, para jurnalis hanya bisa pasrah. Beberapa mulai melirik jam, bertanya-tanya kapan kambing guling akan disajikan.
Touring, Ekspektasi Berharap Terlalu Tinggi
Bagaimana dengan touring? Bukannya menyusuri keindahan alam atau belajar tentang demokrasi, mereka hanya berputar di sekitar kampung. Perjalanan itu tak lebih dari city tour dadakan tanpa tujuan jelas.
Malam harinya, jurnalis terpaksa meringkuk di penginapan tanpa pemanas. Diskusi demokrasi? Tidak ada. Kehangatan? Jauh dari kata cukup. Solusi brilian? Keluarlah kartu remi dan kopi sachet. Suasana jadi hidup kembali dan jadi pelipur lara hati yang gundah jurnalis. Gelak tawa dan candaan muncul, pembicaraan tentang sindiran soal acara, sesekali suara kentut teman-teman saling bersahutan dampak kambing guling.
Goodybag, Kartu Remi, dan Pelajaran Demokrasi
Acara ini bukan cuma touring gagal. Ini pengingat ironis bahwa demokrasi butuh lebih dari sekadar gimmick dan bodybag. Semangat demokrasi muncul bukan dari yel-yel atau dokumentasi formalitas. Ia hidup ketika ada kejujuran, komitmen, dan rasa hormat kepada partisipan.
Para jurnalis pulang dengan tangan kosong soal berita besar, tapi mereka membawa kisah penuh ironi. Touring ini mengajarkan satu hal: jangan percaya janji manis acara tanpa agenda jelas. Dan jika suatu hari Anda diminta foto dengan goodybag, mungkin saatnya menulis cerita lain.(red)