JABARNEWS | BANDUNG – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Daddy Rohanady menyoroti amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK) yang berbeda dengan amanat UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Dia mengatakan, dengan diberlakukannya UUCK beserta berbagai aturan turunannya, semua daerah provinsi/kabupaten/kota pasti mendapat pukulan keras. Betapa tidak, semua daerah harus mengevaluasi Perda-Perda yang mereka miliki.
“Hasilnya pun pasti sangat mengejutkan. Banyak perda harus dicabut dan banyak pula perda baru yang harus dibuat. Khusus terkait Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), secara eksplisit perda tersebut harus digabungkan dengan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K),” kata Daddy kepada JabarNews.com di Kota Bandung, Senin 22 November 2021.
Baca Juga: Yuk Simak! Cara Memandikan Kucing Dengan Aman
Baca Juga: Uu Ruzhanul Ulum Minta PABPDSI Jadi Wadah Aspirasi Masyarakat
Menurutnya, hal itu berarti perda RTRW nantinya akan mengatur seluruh ruang darat dan laut. Penggabungan spasial seluruh ruang darat dan laut 0-12 mil itu bukan hal mudah,
dibutuhkan koordinasi intensif dengan beberapa kementerian di Jakarta, terutama Kementerian ATR/BPN.
“Bagaimanapun peta rencana pola ruang sudah pasti berubah, baik penyajian peta maupun basis datanya yang secara de facto diatur secara utuh oleh kementerian tersebut. Perda tersebut akan dibahas oleh panitia khusus (pansus). Jangan sampai nantinya Pansus harus bolak-balik kembali demi menyelaraskan yang semestinya sudah dilakukan pada tahap lebih awal,” tuturnya.
Baca Juga: Banjir Kepung Kota Tebing Tinggi, Jalan Supapto Ditutup
Baca Juga: Sebuah Mobil Minibus Terbakar di Tol Cipularang, Begini Kronologisnya
Daddy menjelaskan, dengan adanya penetapan Zona Tunda (Holding Zone) sebagai salah satu solusi yang ditawarkan Kementerian ATR/BPN, terutama pada kawasan-kawasan hutan di pesisir/pantai yang menyebabkan terjadinya perubahan peta garis pantai dari BIG. Misalnya, untuk kawasan hutan lindung dan hutan produksi di Muara Gembong Kabupaten Bekasi.
“Sudahkah koordinasi intensif dilakukan dengan beberapa kementerian di Jakarta? Dibutuhkan pula koordinasi dengan Direktorat Jenderal Toponimi Kementerian Dalam Negeri. Belum lagi Kementerian Kelautan dan Perikanan yang membuat aturan persetujuan substansi juga,” jelasnya.
Daddy mempertanyakan nasib substansi Raperda tentang Revisi RTRW Provinsi Jabar versi Pansus DPRD Jabar Tahun 2019. Hasil kerja Pansus 2019 yang bekerja hampir setahun lamanya itu cukup banyak dan sangat sigifikan.
Daddy mencontohkan, nasib Segitiga Rebana yang sudah dijadikan PSN dan BIJB Kertajati, termasuk Kertajati Aerocity mengingat Pemerintah Pusat meneguhkan kewenangannya tentang kebandarudaraan.
Baca Juga: Minta Muktamar NU Dipercepat, Rois Aam KH Miftachul Akhyar Dapat Dukungan dari 27 PWNU se-Indonesia
Baca Juga: Dapat Kejutan dari Tom Liwafa, Atta Hallilintar Nongkrong di Bilboard Time Square New York
“Andai BIJB Kertajati akan secara utuh diambil alih Pusat, Jabar berhak tahu time schedule perencanaan pembangunan bandara di Kabupaten Majalengka itu. Semua tahu bahwa bandara Kertajati diharapkan menjadi pintu keluar masuk langsung dari dan ke Jabar. Dengan demikan, BIJB Kertajati diharapkan menjadi salah satu pengungkit roda perekonomian Jawa Barat,” ucapnya.
Secara keseluruhan, lanjut Daddy, penggabungan perda RTRW lama (Perda 22 Tahun 2010) dengan RZWP3K itu bukan hal yang mudah. Dinas BMPR sebagai OPD pengampu benar-benar harus bekerja ekstra keras memenuhi semua aturan Pemerintah Pusat.
Baca Juga: Kemarin, Tujuh Orang Tertimbun Longsor di Takokak Cianjur saat Sedang Kerja Bakti Bersihkan Irigasi
Baca Juga: Hore! Beberapa Kampus NU Ini Dapat Bantuan PKKM yang Disalurkan Mas Nadiem
“Harus dipikirkan juga bagaimana nasib Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang juga ditetapkan dalam RTRW Nasional? Apakah lantas menggugurkan kewajiban Provinsi di sana karena hanya Pusat Kegiatan Lokal (PKL) saja yang ditetapkan dalam RTRW provinsi?” imbuhnya.
Daddy mengungkapkan, begitu banyaknya materi yang harus disesuaikan dengan berbagai aturan, baik peraturan pemerintah (PP) maupun pedoman yang ada, raperda RTRW statusnya menjadi raperda baru.
“Jika mengacu pada PP 21 Tahun 2021 dan Peraturan Mebteri ATR/BPN yang menyebutkan bahwa hasil peninjauan kembali RTRW adalah Revisi, perlu ditindaklanjuti dengan Pencabutan Perda. Artinya, Perda No 22 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 harus dicabut,” tandasnya.***