Refleksi Akhir Tahun 2024: Gubernur Baru, Target Baru

Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Daddy Rohanady. (Foto: Istimewa).

Penulis: Daddy Rohanady (Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat)

JABARNEWS – Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di negeri ini. Lebih dari 50 juta jiwa merupakan angka yang tidak sedikit. Jumlah tersebut hampir setara dengan total penduduk negara-negara Balkan di bagian Tenggara Eropa. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, Jabar sebenarnya bisa memiliki peran yang sangat strategis. Pertanyaannya, seberapa strategis posisi Jabar di zaman kiwari?

Infrastruktur publik sangat dibutuhkan jika kita ingin mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi. Bagaimana mungkin kita memberikan pelayanan public secara maksimal jika sarana dan prasaranya tidak mencukupi untuk itu?

Tidak mungkin pemerintah provinsi Jabar mampu memberikan pelayanan pendidikan secara maksimal jika masih lebih dari 100 kecamatan yang belum memiliki SMA/SMK negeri. Padahal –suka tidak suka dan mau tidak mau– kita harus menerima kenyataan bahwa mayoritas masyarakat masih menginginkan anak-anaknya bersekolah di SMA/SMK negeri. Kewenangan SMA/SMK dan SLB merupakan bagian dari kewenangan pemerintah provinsi.

Baca Juga:  Prajurit TNI Silaturahmi dengan Aparat Desa Cisaat

Kondisi tersebut menuntut adanya akselerasi pembangunan unit sekolah baru SMA/SMK negeri di semua kecamatan tersisa yang “tertinggal” itu. Dengan demikian, tidak aka nada lagi anak-anak di Jabar yang harus melanjutkan sekolah ke SMA/SMK di kabupaten/kota yang berbeda dengan tempat tinggalnya. Di sisi lain, kebijakan penerimaan siswa berdasarkan zonasi juga tidak terlepas dari pro-kontra. Misalnya, para orang tua mengejar “zona aman”, demi anaknya diterima di sekolah unggulan.

Baca Juga:  Cegah Potensi Kendala Pemilu 2024, DPRD Jabar: KPU Harus Siapkan Langkah Antisipatif

“Sekolah unggulan” telah melahirkan kompleks baru dalam skala besar yang isinya para calon siswa. Belum lagi kasus yang sempat merebak, yakni terkait “cuci raport” dan “prestasi dadakan”. Memang semua itu dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Namun, hal itu juga terjadi karena adanya celah untuk melakukan hal itu. Kita tidak mungkin membiarkan fenomena tersebut terus terjadi.

Demikian juga dengan pelayanan di bidang kesehatan. Jumlah penduduk yang 50 juta orang lebih itu tersebar di 27 kabupaten/kota. Tidak mungkin semua hanya bertumpu pada Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) di Kota Bandung. Memang, dari segi kelengkapan, baik dokter maupun peralatan, RSHS sudah sangat memadai. Namun, tidak mungkin pula hal it uterus dibiarkan.

Baca Juga:  Ida Wahida Pastikan DPRD Jabar Kawal Proses Tindak Lanjut LHP LKPD 2022

Sebenarnya beberapa kebijakan di masa lalau sudah benar arahnya. Beberapa wilayah semestinya memiliki rumah sakit regional dengan skala pelayanan sesuai standar cakupan wilayah regionalnya masing-masing. Di Kota Cirebon, misalnya, ada RS Gunungjati. RS tersebut diharapkan mampu menangani pasien dari, setidaknya, wilayah Ciayumajakuning (Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan).