Barang Ekstrakomptabel dalam Penatausahaan Barang Milik Negara

Kanwil DJPb Provinsi Jabar
Pegawai Bidang PPA I Kanwil DJPb Provinsi Jabar Sunarto. (Foto: Istimewa).

Penulis: Sunarto (Pegawai Bidang PPA I Kanwil DJPb Provinsi Jabar)

BARANG Ekstrakomptabel merupakan barang atau Barang Milik Negara (BMN) berupa aset tetap yang nilai perolehannya dibawah nilai kapitalisasi. Sebaliknya jika memenuhi kriteria kapitalisasi atau nilai akumulasi biaya perolehan dan nilai pengembangannya telah mencapai batas minimum kapitalisasi disebut Barang Intrakomptabel.

BMN sendiri merupakan barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dan juga bisa saja dari perolehan lainnya yang sah seperti barang yang diperoleh dari hibah. Nilai kapitalisasi sampai saat ini masih berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan BMN yaitu Rp1 juta ke atas per unit untuk peralatan dan mesin serta Rp25 juta ke atas untuk gedung dan bangunan.

Baca Juga:  Pengusaha Muda Dadan Tri Yudianto, Bantu Kubah Besar Masjid Al-Ishlah Salopa Tasikmalaya

Nilai kapitalisasi digunakan sebagai batasan atas pembelian atau pengadaan aset tetap dapat disajikan sebagai aset tetap pada neraca satuan kerja (satker) instansi pemerintah pusat. Untuk memperoleh aset tetap pada umumnya dilakukan melalui belanja modal. Belanja modal sendiri jika merujuk pada Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan pengeluaran yang diperlukan untuk membentuk modal dengan cara membeli, mengadakan, atau membangun aset yang memiliki nilai manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

Baca Juga:  Eksploitasi Pendidikan Vokasi dalam Pemetaan Politik Pendidikan Islam

Sedangkan satu periode akuntansi pada instansi pemerintah pusat biasanya sama dengan periode tahun anggaran. Pada prakteknya banyak satker pemerintah pusat yang membeli aset tetap dengan nilai di bawah nilai kapitalisasi, contoh saja kursi, meja, printer, atau peralatan dan mesin lainnya sehingga terkadang beragam juga penggunaan segmen akun pada Bagan Akuntansi Standar.

Baca Juga:  Muktamar VI IPPI: Aktualisasi Kader Dakwah dan Intelektual

Ada yang menggunakan akun belanja barang (52) bahkan ada juga yang masih menggunakan akun belanja modal (53). Terhadap ketidaktepatan penggunaan akun belanja modal tetapi untuk membeli barang ekstrakomptabel pada contoh di atas tentu akan memerlukan tindakan koreksi penggunaan akun pada Surat Perintah Membayar (SPM) serta diikuti dengan koreksi pelaporan transaksi keuangan. Jika koreksi tidak dapat dilakukan maka manajemen perlu melakukan jurnal penyesuaian secara manual.