Hal itu terjadi ketika Pemerintah Pusat melalui Kementerian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menpan RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022. Surat Edaran tersebut ditujukan kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di lingkungan Kementerian/Lembaga instansi pusat dan daerah. Artinya, SE tersebut ditujukan dan diberlakukan di seluruh Indonesia.
Sebenarnya SE tersebut merupakan tindak lanjut atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang peraturan teknisnya dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dengan adanya SE Menpan RB Nomor 185/2022 tersebut, para PPK diminta: (1) melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan masing-masing. Bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberi kesempatan mengikuti seleksi Calon PNS maupun PPPK; (2) menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan prekrutan pegawai non-ASN; (3) Pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourching) oleh pihak ketiga dan statusnya bukan merupakan tenaga honorer pada instansi bersangkutan; (4) menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi calon PNS maupun calon PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu 28 November 2023.
Tampaknya dead line 28 November itulah yang lantas menghantui para pegawai non-ASN di lingkungan pemerintah, tidak terkecuali Provinsi Jawa Barat. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya mereka yang khawatir tidak lolos seleksi hingga batas waktu tersebut.
Mengingat begitu krusialnya hal tersebut Pemprov Jabar lantas membentuk Satgas Penyelesaian Status Kepegawaian non-ASN. Di dalamnya terdapat Biro Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Biro Organisasi, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan Perangkat Daerah (PD). Hal ini dikarenakan harus menghitung jumlah kemampuan anggaran, harus menentukan kebijakan formasi dan penyesuaian data analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK), serta menghitung kebutuhan formasi. Itu semua bukan pekerjaan mudah dan ringan.