Demokrasi Ugal-Ugalan: Jauh dari Jati Diri Bangsa

Peringatan Darurat
Peringatan Darurat. (foto ilustrasi)

JABARNEWS – Fenomena demokrasi ugal- ugalan yang dilatarbelakangi kasus-kasus di Indonesia semakin mencolok saat ini, dimana kasus-kasus terkadang melibatkan Undang-Undang (UU) Pilkada dan praktik politik dinasti, tumbuh subur di tengah permasalahan lain seperti kontroversi di Mahkamah Agung. Mahkamah (Mahkamah Agung), Mahkamah Konstitusi (MK),

Pembahasan UU Pilkada yang Sembrono

Baca Juga:  Menciptakan Surga Dunia Bagi Difabel Melalui Kota dan Pemukiman Berkelanjutan

Pengesahan UU Pilkada yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan adalah salah satu wajah demokrasi yang sembrono. Undang-undang yang mengatur tata cara pemilihan kepala daerah ini dinilai mengabaikan prinsip dasar demokrasi yang seharusnya menjamin partisipasi masyarakat yang adil.

0Teori demokrasi deliberatif diperkenalkan oleh Jürgen. Dalam hal ini, pengesahan UU Pilkada yang ditengarai kurang partisipasi masyarakat dan terburu-buru menunjukkan asas musyawarah untuk mufakat belum sepenuhnya dilaksanakan.

Baca Juga:  Dari dan Untuk Mahasiswa, Kementerian EPKM Peringati Hari Kesehatan Mental Dunia Melalui Rangkaian Acara World Mental Health Month

Politik Dinasti: Ancaman terhadap Keadilan Demokratis

Praktik politik dinasti—di mana kekuasaan politik dikuasai oleh keluarga atau kelompok tertentu—juga tidak bisa diterima. Dinasti politik mengabaikan prinsip kampanye yang sehat dan adil.

Baca Juga:  Perdagangan Digital: Solusi Jabar Sejahterakan Petani

Robert Dahl dalam “On Democracy” menekankan pentingnya persaingan politik yang sehat dalam menerjemahkan bahwa semua suara menyelesaikan permasalahan dalam sistem demokrasi. Namun, dominasi politik oleh keluarga tertentu sering kali gagal memberikan peluang seluas-luasnya bagi calon penyandang dana politik