Selain itu, penulis menyoroti adanya ketimpangan pengakuan antara ijazah pendidikan formal dan nonformal. Ijazah pendidikan nonformal, seperti lulusan pesantren, seringkali dianggap kurang kredibel, terutama saat mendaftar di perguruan tinggi negeri.
Padahal, menurut penulis, ilmu yang diperoleh di pendidikan nonformal tidak kalah penting dibandingkan pendidikan formal.
Penulis berharap pemerintah ke depan dapat mewujudkan kesetaraan dalam alokasi dana, kredibilitas ijazah, dan ketersediaan tenaga pendidik yang memadai untuk pendidikan nonformal. Hal ini penting untuk menyambut visi Indonesia Emas 2045.
Tidak boleh ada lagi masyarakat yang buta huruf atau terhambat akses pendidikannya karena biaya mahal. Semoga pendidikan nonformal di Indonesia menjadi lebih baik di masa depan. (*)
*) Penulis: Abdul Jamil Al Rasyid, lahir di Padang Pariaman, mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas.