Investasi Bodong dalam Dunia Pendidikan

Rijaluddin
Rijaluddin. (foto: istimewa)

JABARNEWS – Di Indonesia, pendidikan masih dipandang sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki kehidupan menjadi lebih baik. Namun, bukti di lapangan tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Banyak lulusan sekolah tidak mendapat tempat di dunia pekerjaan, bahkan banyak lulusan perguruan tinggi yang bekerja tidak sesuai dengan bidang keilmuan yang mereka pelajari selama di bangku pendidikan.

Sebagaimana disampaikan Roem Topatimasang dalam bukunya “sekolah itu candu”, ia menjelaskan bahwa kebanyakan dari peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan hanya akan menambah parisan para pencari kerja yang tak kunjung diterima didunia kerja.

Baca Juga:  Soal MoU Kejaksaan dengan Kepala Desa di Garut, Asep Ancam Lapor KPK

Senada dengan data yang disampaikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023 bahwa kurang lebih hanya 20% lulusan perguruan tinggi yang bekerja sesuai jurusannya. Kondisi ini membuat sebagian orang berpikir bahwa sekolah hanya menjadi investasi bodong, di mana harapan dan kenyataan tidak sejalan, sehingga masyarakat menjadi skeptis terhadap dunia pendidikan.

Baca Juga:  Polisi Ungkap Kerugian Investasi Bodong di Sukabumi Capai Rp928 Juta, Waspadai Modusnya

Selain itu, biaya pendidikan di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan laporan BPS 2021, biaya rata-rata untuk jenjang pendidikan disetiap tahunnya meningkat cukup tinggi, misalnya, perguruan tinggi Rp 14,47 juta, SMA Rp 7,80 juta, SMP Rp5,11 juta, dan SD sebesar RP 2,81 juta.

Baca Juga:  Ivan Gunawan Terseret Kasus Investasi Bodong, Hari Ini Mulai Pemeriksaan

Jika dihitung secara keseluruhan, maka untuk menyelesaikan pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, maka dibutuhkan dana mencapai ratusan juta.  Biaya ini mencakup pendaftaran, SPP, buku, dan sebagainya. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, biaya ini sangat memberatkan dan seringkali memaksa mereka untuk berhutang atau menjual aset. Mirisnya lagi, menginvestasikan uang sebesar itu hanya demi mendapatkan selembar ijazah yang belum jelas arah dan tujuan.