Peranan SDGs Terhadap Difabel
Sejalan dengan misi CRPD tersebut, dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) merupakan agenda pembangunan universal yang telah disepakati dan diimplementasikan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Dalam TPB tersebut ada 2 (dua) tujuan yang berkaitan dengan difabel ini, yakni tujuan kesepuluh yaitu berkurangnya kesenjangan, dan tujuan kesebelas, yaitu kota dan pemukiman berkelanjutan. Strategi pencapaian TPB mensyaratkan untuk tidak meninggalkan siapapun (no one left behind). Pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas harus dapat dipastikan tidak ada yang terabaikan dalam setiap upaya akselerasi SDGs.
Pemenuhan hak difabel sebetulnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Serta diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Aturan-aturan inilah sebagai dasar untuk mewujudkan rencana aksi nyata dalam skala lokal atau nasional untuk menciptakan “surga dunia” bagi difabel.
Melalui aturan-aturan tersebut yang menjadi pedoman, tentu ada harapan besar untuk difabel untuk menikmati pembangunan yang inklusif dan berkeadilan untuk semua orang. Melalui tujuan kesebelas SDGs yaitu kota dan pemukiman berkelanjutan, dapat disusun rencana aksi bagaimana pembangunan dapat dilakukan agar ada aksesibilitas bagi difabel dalam memperoleh layanan dan fasilitas yang ditawarkan tanpa hambatan.
Karena hal ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip inklusivitas yang terdapat dalam tujuan-tujuan SDGs, serta melalui peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) setiap tanggal 10 Desember. Peringatan ini diharapkan menjadi bahan refleksi dalam upaya mewujudkan pembangunan yang inklusif bagi semua pihak. Salah satunya melalui pembangunan kota inklusi untuk mewujudkan tujuan kesebelas SDGs yaitu kota dan pemukiman berkelanjutan.
Dari tujuan kesebelas SDGs tersebut dapat disusun rencana aksi, inovasi, atau berupa ide dan refleksi bagi difabel untuk dapat hidup yang nyaman layaknya “surga dunia” dalam kota dan pemukiman yang ditinggalinya. Namun tidak setiap tujuan dapat diakomodir terkait rencana aksinya. Berikut rencana aksi/inovasi/ide yang dapat diwujudkan nantinya:
1. Rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau.
Menurut Suryotrisongko, sebagai keluarga, perlakuan keluarga yang wajar bagi difabel akan membuat mereka merasa aman. Mengutip archify.com, rumah yang ramah untuk difabel (disable-friendly), yang perlu diperhatikan adalah kemudahan sirkulasi. Dimensi ruang standar adalah minimum 120 cm lebar jalurnya, agar memudahkan difabel. Untuk kenyamanan sirkulasi, gunakan pintu dengan lebar 90-95 cm, serta engsel pintu yang membuka lebar hingga 180 derajat. Ram atau jalan landai merupakan hal pokok, dan selain bermanfaat bagi difabel, bermanfaat juga bagi lansia, ibu hamil, dan anak-anak.
Temuan empiris Ojasalo, untuk meningkatkan kesejahteraan difabel, diperlukan smart homes, yaitu hunian yang dilengkapi dengan teknologi untuk memantau penghuninya, mendukung kemandiriannya, dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Konsep rumah cerdas bisa menjadi “surga dunia” karena berpotensi meningkatkan kualitas efektivitas dan efisiensi hidup difabel.