Paradoks Politik dalam Penjaringan Calon untuk Pilkada Purwakarta 2024

Agus Yasin
Agus Yasin, seorang aktivis sosial politik di Purwakarta (Foto: Istimewa)

4. Seleksi Terbuka Melawan Kesepakatan Tertutup

Seleksi calon yang idealnya dilakukan secara terbuka dan transparan, sering kali digantikan oleh kesepakatan tertutup antara elit politik. Yang pada akhirnya dapat menciptakan kekecewaan di kalangan anggota partai dan masyarakat.

Calon yang dipilih sering kali merupakan hasil dari kesepakatan atau kompromi politik di antara tokoh partai, tanpa melalui proses seleksi yang transparan dan kompetitif.

5. Reformasi Politik Melawan Status Quo

Banyak partai politik yang berkomitmen pada reformasi dan perubahan, tetapi dalam proses penjaringan calon, mereka tetap mempertahankan praktik-praktik lama yang mengutamakan kepentingan elit dan status quo.

Baca Juga:  Dampak Kekosongan Posisi Wakil Wali Kota Bandung Terhadap Kebijakan

Meski ada retorika tentang perubahan dan perbaikan, sering kali partai-partai tetap mengusung calon yang sudah lama berkuasa. Atau memiliki hubungan erat dengan tokoh-tokoh berpengaruh, sehingga menghambat munculnya pemimpin baru yang lebih inovatif.

6. Kepentingan Publik Melawan Kepentingan Partai

Penjaringan calon, seharusnya mempertimbangkan kepentingan publik dan kebutuhan masyarakat. Namun, keputusan sering kali didasarkan pada kepentingan partai politik, seperti strategi memenangkan pemilu atau mempertahankan kekuasaan, yang mungkin tidak selalu selaras dengan kepentingan masyarakat.

Baca Juga:  Jaring Anggota PPS Berkompeten, KPU Purwakarta Laksanakan Seleksi Tertulis Berbasis CAT

Partai politik mungkin lebih memilih calon yang memiliki daya tarik elektoral tinggi tetapi kurang kompeten dalam pemerintahan, hanya karena calon tersebut dianggap mampu memenangkan suara lebih banyak.

7. Inklusivitas Melawan Eksklusivitas

Penjaringan calon idealnya inklusif, memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu yang memenuhi syarat. Namun sering kali proses ini eksklusif, hanya melibatkan individu-individu tertentu yang memiliki koneksi politik atau kekayaan.

Banyak calon potensial yang tidak memiliki akses atau kesempatan untuk ikut dalam penjaringan, karena proses seleksi yang hanya dapat diikuti oleh orang-orang dengan koneksi politik atau sumber daya yang memadai.

Baca Juga:  Aroma Harapan di Tengah Baliho Calon Bupati Purwakarta

Kesimpulannya, paradoks politik dalam penjaringan calon untuk Pilkada Purwakarta 2024. Mencerminkan tantangan dalam mengimplementasikan demokrasi yang ideal dan inklusif.

Untuk mengatasi paradoks ini, partai politik dan masyarakat harus berkomitmen pada transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan dalam proses seleksi calon.

Selain itu, reformasi sistem politik yang mengurangi pengaruh elit dan meningkatkan partisipasi publik juga diperlukan. Untuk memastikan, bahwa calon Kepala Daerah Purwakarta yang dipilih benar-benar representatif dan berkualitas.***