Prostitusi Online dan Pornografi Anak dalam Sistem Sekularisme-Kapitalisme

prostitusi online
Ilustrasi prostitusi online. (foto: istimewa)

“PPATK menemukan dugaan ya transaksi yang terkait dengan prostitusi anak itu yang melibatkan lebih dari 24.000 anak usia 10 sampai 18 tahun,” kata Ivan di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jumat (26/7/2024).

Dalam Islam, anak-anak usia mukallaf atau baligh telah dibebani untuk terikat dengan hukum syara’ terkait segala jenis tindakannya, yang bisa berbuah pahala atau dosa. Namun, Sekularisme-Kapitalisme dengan sifat khasnya memisahkan kehidupan dari agama, tidak mempedulikan pelaksanaan aturan dari Allah swt oleh para pemuda, bahkan mengabaikan bahwa tindakan mereka akan dikenai hisab dan pertanggung jawaban di akhirat nanti.

Sekularisme-Kapitalisme membentuk para pemuda dan calon pemuda menjadikan materi sebagai capaian tertinggi, hingga menghalalkan segala cara. Ini sudah bukan lagi permasalahan individu, tapi juga musibah bagi keluarga, masyarakat dan negara. Sekularisme-Kapitalisme menjadikan praktek prostitusi online dan pornografi sebagai mata pencaharian dan lahan bisnis.

Baca Juga:  Kemiskinan Ekstrem Jawa Barat, Bagaimana Kondisinya?

Negara dalam hal ini telah gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara sebagai ra’in (pengurus) sudah seharusnya memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat, dengan menyediakan lapangan kerja yang upahnya memadai dan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Need) rakyatnya sehingga dapat menutup celah kriminalitas, anak-anak akan fokus belajar dan berkarya karena pemenuhan kebutuhannya telah dijamin oleh negara dan kesejahteraan keluarganya terjamin.

Negara juga dinilai gagal dalam mengedukasi rakyatnya terkait akal dan amalnya. Pendidikan seharusnya bukan hanya transfer ilmu, tapi juga transfer value, dimana akal harus tunduk pada syariat, amal harus benar sesuai syariat sehinggal mampu membentuk individu yang shalih (baik) juga muslih (memperbaiki sekitar). Menjadikan taqwanullah sebagai ukuran dan ridwanullah sebagai tujuan, tidak ada penghambaan dan capaian tertinggi selain kepada Allah SWT.

Baca Juga:  Sosok Firli Bahuri di Mata Para Sahabat

Negara sebagai ra’in diharapkan membuat kebijakan yang mampu menutup situs dan praktek prostistusi online serta pornografi. Negara dengan wewenangnya diharapkan mampu membuat kebijakan dan hukuman yang jawabir (menebus dosa) dan zawajir (memberi efek jera) terhadap pelaku, penyedia layanan dan semua yang terlibat dalam praktik prostistusi online dan pornografi. Sebagaimana Islam memberi hukuman jilid (cambuk) bagi pelaku zina yang belum menikah, rajam bagi pelaku zina yang telah menikah dan takzir atas tindakan kriminal lainnya.

Baca Juga:  Kontroversi Film Animasi Ligthyear : Seberapa Jauh Pengaruh Agenda LGBT Terhadap Agenda Publik?

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan bergesar kaki seorang manusia dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang lima (perkara): tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana di mengamalkan ilmunya”

Semoga kita dimampukan untuk menjadi sebaik-baik manusia yang Allah mau, menjadikan Islam sebagai way of life untuk memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam Bishshawaab. (*)

Oleh : Ressy Nisia

*) Pemerhati Pendidikan dan Keluarga

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News