Sayangnya, kesepakatan yang dibuat dianggap selalu dilanggar oleh kedua belah pihak dan dianggap menguntungkan salah satu pihak dari perspektif yang berbeda. Sementara itu, tidak ada langkahlangkah yang lebih nyata dari negara-negara besar di Eropa seperti German dan Perancis, juga Amerika Serikat yang merupakan sekutu Ukraina dalam membantu Ukraina mengatasi masalah keamanan negerinya dari ancaman Russia.
Jika kita melihat sedikit kebelakang, apa yang menyebabkan konflik ini berlangsung memanas hingga Russia menyerang Ukraina hari ini? Berawal dari tergulingnya Presiden Ukraina ke-4, Victor Yanukovich di tahun 2014 yang pro-Rusia, yang membatalkan hasil referendum kehendak rakyat Ukraina bergabung dengan masyarakat uni eropa. Yanukovich melarikan diri ke Rusia hingga saat ini.
Presiden selanjutnya, Petro Poroshenko yang dilantik bulan juni 2014 atas hasil pemilihan umum dihadapkan pada okupasi semenanjung Crimea oleh Russia dengan alasan referendum rakyat Crimea yang memilih bergabung dengan Russia dan pemberontakan gerakan separatis di wilayah timur ukraina yang berbatasan dengan Russia. Kedua front konflik tidak dapat diatasi oleh kekuatan militer saat itu.
Ukraina dan masyarakat Dunia meyakini bahwa Russia berada dibelakang gerakan separatisme dan secara terbuka mencaplok Crimea yang berada dalam kedaulatan Ukraina, tanpa perlawanan perang.
Dibawah Presiden ke-5 Ukraina, Petro Poroshenko melanjutkan upaya Ukraina bergabung dengan MEE dan NATO. Hal ini tentunya tidak disukai oleh Russia. Terlebih mendaftarnya Ukraina menjadi anggota NATO dianggap sebuah ancaman keamanan bagi kepentingan pertahanan Russia yang langsung berbatasan dengan Ukraina. Presiden ke-6 Ukraina, Volodymyr Zelensky melakukan langkah yang lebih progresif dalam upaya mengembalikan Crimea dan menghentikan gerakan separatis di eastern ukraine sejak pelantikannya bulan mei 2019.