Ambu Anne: Tak Ada Santri Kampungan, yang Ada Santri Milenial

JABARNEWS | PURWAKARTA – Setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Dan untuk Hari Santri Nasional 2019 jatuh pada hari ini, Selasa 22 Oktober 2019. Diketahui bahwa hari Santri ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang mengatur tentang Hari Santri.

Di hari Santri 2019, Bupati Purwakarta, Anne Ratana Mustika mengatakan adaptif pesantren adalah modal untuk mencetak generasi muda yang memiliki pengetahuan dan keterampilan.

“Dewasa ini pendidikan di pesantren ditunjang dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi agar santri tidak melulu hanya pandai bicara soal agama. Santri masa kini mesti tampil sebagai kosmopolit,” ujar Anne, saat ditemui usai upacara peringatan Hari Santri Nasional, di komplek Pemkab Purwakarta, Selasa (22/10/2019).

Baca Juga:  Densus 88 Kembali Tangkap Terduga Teroris Di Cirebon

Menurutnya, saat ini santri terkesan moderen tidak kampungan. Sampai Amerika New York pun bahkan London santri sudah hampir membudaya.

“Sekarang untuk menjadi santri kekinian tidak perlu khawatir untuk ketinggalan jaman,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan agar jangan takut anak dimasukan ke sebuah pesantren untuk menjadi santri.

“Di era milenial ini para santri harus bisa memanfaatkan teknologi digital. Tentu saja, santri milenial tidak lepas dari karakter generasi milenial pada umumnya. Mereka sangat kreatif, percaya diri sekaligus terkoneksi dengan lini-lini teknologi,” katanya.

Menurut wanita yang akrab disapa Ambu Anne ini, Kreatifitas santri milenial tidak dibatasi oleh bilik-bilik pesantren, mereka juga percaya diri dengan kemampuan personal dalam pelbagai pengetahuan, science dan antar bahasa.

Baca Juga:  Nadiem Minta Tambahan Anggaran Rp10 Triliun, Pagu Kemendikbudristek Jadi Rp90,31 Triliun

Namun, tambah Ambu Anne, santri milenial memiliki keunggulan dalam basis moral.

“Nilai-nilai moralitas inilah yang menjadi daya penunjang bagi santri milenial, di samping kemampuan analisa teks-teks keislaman klasik yang diajarkan selama di pesantren,” ungkap Ambu Anne.

Sementara itu, menurut Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Jawa Barat, KH Abun Bunyamin, dulu santri sering tersisihkan, santri selalu diolok-olok santri oleh teman. Namun, ia menilai seiring perkembangan zaman, pandangan tersebut sudah berubah.

“Pesantren tak lagi diidentikkan dengan pilihan terakhir siswa yang tidak diterima di sekolah-sekolah negeri maupun perguruan tinggi. Di pesantren tak hanya diajarkan ilmu agama, tapi diajarkan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ungkap KH. Abun.

Baca Juga:  Raditya Dika Berduka, Penulis Novel Lupus Hilman Hariwijaya Meninggal

Ditambahnya, pemerintah menetapkan Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober menjadi penguat perubahan image terhadap sekolah berbasis keilmuan Islam secara keseluruhan.

Pasalnya, banyak lulusan pesantren yang bisa membuktikan diri bisa eksis di berbagai bidang tingkat nasional. Seperti sukses berkarir di dunia politik, pemerintahan, ekonomi maupun sosial kemasyarakatan.

“Kini pesantren mulai kebanjiran santri, bahkan menjadi opsi prioritas. Saking banyaknya santri yang tidak tertampung. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat agar jangan ragu memasukan anak-anaknya ke pesantren,” imbuhnya. (Gin)