JABAR NEWS | PURWAKARTA – Kendati saat ini Ketua Umum tersandung kasus korupsi, namun sebagai Partai yang bertumpu pada kekuatan sistem, Golkar tetap dianggap sebagai partai politik yang amat dinamis.
“Belakangan ini ada fenomena yang sangat unik dan sangat menarik. Tersandungnya Ketua Umum dalam pusaran kasus dugaan korupsi KTP elektronik. Isu ini seakan menenggelamkan partai dan para kader militannya,” kata ujar Ketua Depicab Baladhika Karya Purwakarta, Asep Kurniawan, melalui sambungan selulernya, Minggu (19/11/2017).
Pria yang akrab disapa Fapet tersebut menambahkan, prospek Partai Beringin kedepan pun mejadi sebuah tanda tanya besar. Akankah partai ini terpuruk dan ditinggalkan?, akankah partai ini menjadi partai gurem?, mampukah Golkar bangkit kembali?.
Pertanyaan tersebut yang mulai ramai di pergunjingkan oleh kalangan politisi. Lebih parah lagi khususnya Golkar Jabar diperburuk dengan tidak diusungnya Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi yang merupakan kader potensial sebagai Cagub dari Partai Golkar. Ini makin memperburuk kondisi internal Partai Golkar khususnya di Jawa Barat.
Meski demikian sebagai kader, Fapet masih memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan kader dan sistem yang dimiliki oleh Partai Golkar.
“Kami khususnya kader partai Golkar Purwakarta dibesarkan dan dilatih serta dididik dengan kondisi seperti ini. Terbukti beberapa kali Partai Golkar dapat mampu dan bangkit dari kondisi yang sangat sulit sekalipun. Kami kader Golkar yang bertumpu pada sistem, lebih mengedepankan kekuatan itu. Bukan lagi bertumpu pada satu figur tokoh besar,” ucapnya.
Menurutnya, kini Golkar sudah maju ke tahap berikutnya bagi evolusi partai modern, impersonal order. Ini sebenarnya kategori yang dibuat Max Weber mengkisahkan evolusi organisasi. Kata Weber, organisasi berevolusi dari bertumpu pada kharisma pendirinya (personal order) menjadi bertumpu pada sistem (impersonal order).
“Kekuatan Golkar memang bukan pada tokoh utamanya, tapi pada sistemnya. Tapi karena tak lagi bertumpu pada tokoh utama partai, apapun yang terjadi pada tokoh utama itu, Golkar tetap bertahan. Apapun yang terjadi pada Setya Novanto, Golkar bisa survive. Sistem yang menjadi kekuatan dan perekat Golkar, bukan tokoh,” ungkap Fapet.
Selain kekuatan sistem, sebagai kader Partai Golkar dituntut memiliki kemampuan menahan gempuran. Elite Settlement atau kemampuan elitnya mengelola konflik jauh lebih tinggi dibandingkan partai lain.
“Sekeras apapun problema yang ada, partai ini mampu keluar untuk bersatu kembali,” tegasnya.
Tak hanya bersatu, partai berlambang pohon beringin itu pun mampu balas menyerang untuk menggoalkan gawang lawan. Kemampuan ini tentu ditunjang oleh jam terbang yang tinggi elit politiknya, umumnya elit partai Golkar punya pengalaman dan kelihatan politik yang lebih canggih.
Dua bekal inilah yang sampai hari ini dipercaya dan diyakini bahwa partai Golkar sudah bertumpu pada sistem bukan bertumpu pada figur tokoh dan memiliki kemampuan untuk bertahan dan balik menyerang.
“Kita belum tahu ujung dari masalah yang hari ini sedang terjadi. Bagaimana akhir sikap DPP terhadap Kader Golkar, Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar?. Bagaimana putusan terhadap Setya Novanto?. Kami sebagai Kader Golkar akan bekerja membawa partai ini mengarungi ganasnya ombak. Untuk itulah saya tetap optimis dengan prospek Golkar,” ucapnya. (Rhu/Zal)
Jabar News | Berita Jawa Barat