JABARNEWS | YOGYAKARTA – Sebuah kompetisi debat mahasiswa telah menginspirasi lahirnya putusan bersejarah. Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan permohonan penghapusan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, aturan yang selama ini dianggap membatasi hak rakyat untuk memilih pemimpin mereka.
Dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025), MK membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023. Putusan ini menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Berbekal semangat memperjuangkan hak pilih rakyat, empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta berhasil mengubah lanskap politik dan membawa angin segar bagi demokrasi di Indonesia. Mereka adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Pemohon I, Enika Maya Oktavia, salah satu pemohon mengatakan permohonan uji materi/judicial review terhadap presidential threshold ini berawal dari sebuah kompetisi debat yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI 2023.
Saat mencapai babak final, Enika dan timnya memperdebatkan isu presidential threshold 20 persen, yang kemudian menginspirasi mereka untuk mengajukan judicial review.
Langkah mereka terbuka setelah terbitnya Putusan MK Nomor 90 yang memberikan legal standing (kedudukan hukum) bagi pemilih untuk mengajukan judicial review Undang-undang Pemilu. Sebelumnya, pemilih tidak memiliki legal standing untuk mengajukan uji materi undang-undang ke MK.
“Tapi kemudian ada putusan MK 90 yang menyatakan pemilih juga punya legal standing. Dari situ, kami mulai membuat draft permohonan di Februari 2024,” ungkap Enika dikutip dari Harian Jogja, Minggu (5/1/2025).