Berkaca (Lagi) pada Riset Mikroplastik atas Produk Aqua

JABARNEWS – Kontaminasi mikroplastik pada air minum menjadi isu hangat di banyak negara, termasuk Indonesia, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. 

Pemantiknya adalah dua laporan hasil riset uji kontaminasi mikroplastik pada air keran (tap water) dan pada air minum dalam kemasan plastik pada 2018. 

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), data awal seputar kontaminasi mikroplastik pada air minum dalam wadah botol plastik banyak merujuk pada hasil riset Departemen Kimia, State University of New York at Fredonia, Amerika Serikat. 

Baca Juga: Driver Online Jadi Sasaran kekerasan di Purwakarta, Begini Kesaksian Pelaku

Dari riset itulah kemudian bermunculan banyak penelitian sejenis, berikut gunungan pertanyaan, dan juga kecemasan, atas dampak kontaminasi mikroplastik dalam air minum pada tubuh manusia. 

Riset dari Fredonia itu, hasilnya terbit pertama kali dengan judul “Synthetic Polymer Contamination in Bottled Water” di jurnal Frontier in Chemistry pada September 2018.

Riset itu mencakup uji kontaminasi mikroplastik atas 11 merek air minum kemasan botol plastik di sembilan negara, termasuk air minum merek Aqua dari Indonesia. 

Baca Juga: Resep Makanan Chicken Katsu, Hidangan Asal Jepang yang Nikmat

Baca Juga:  Permintaan No HP RT/RW Ditunda Sampai Pilkada Selesai

Kenapa Aqua? Kenapa Indonesia? Laporan menyebut pemilihan sampel mempertimbangkan tiga faktor utama, yakni keragaman geografis, pangsa pasar air kemasan, dan tingkat konsumsi perkapita air kemasan. 

Khusus untuk parameter pangsa pasar air kemasan, laporan menyisipkan statistik ranking penjualan masing-masing merek di level lokal dan global. Aqua jadi merek dengan angka penjualan tertinggi di Indonesia, dan yang ketiga di dunia. 

Dalam soal volume, penjualan Aqua di Indonesia menempatkan perusahaan, menginduk ke raksasa air berbasis Perancis, Danone, di peringkat keempat dunia. 

Baca Juga: Walikota Sukabumi Unggah Momen Romantis Bareng Istri, Hati Ini Perlu Seimbang

Sekaitan itu, disebutkan pula bahwa riset menggunakan sampel air minum botol Aqua dalam berbagai ukuran yang dibeli dari tiga kota, yakni Medan, Bali dan Jakarta. 

Pada intinya, penelitian berujung temuan bahwa 93 persen dari total 259 botol sampel air minum kemasan yang diuji menunjukkan “sejumlah tanda telah terjadi kontaminasi mikroplastik”. 

Dengan bantuan program komputer, riset menghitung ukuran, konsentrasi dan jenis mikroplastik pada semua sampel. Dari situ diketahui rata-rata ada 10,4 partikel mikroplastik dengan ukuran di atas 10 mikrometer per liter dalam setiap botol sampel. 

Baca Juga:  Jelang Piala AFF, Timnas Indonesia Jalani Pemusatan Latihan di Bali

Baca Juga: Wifi Kalian Tidak Ada Internet? Coba Atasi Dengan Cara Ini

Sementara itu, pemeriksaan dengan mikroskop FTIR mengonfirmasi partikel renik yang berhasil diidentifikasi adalah polimer plastik dengan jenis yang paling dominan adalah polypropylene -jamak digunakan sebagai bahan baku produksi tutup botol air minum kemasan. 

Bagian lain laporan menyebut kontaminasi mikroplastik pada sampel yang diuji kemungkinan bersumber dari kemasan plastik dan atau saat proses pengisian air minum di pabrik pengolahan. 

Disebutkan pula bahwa level kontaminasi air minum dalam kemasan botol plastik lebih tinggi dari data kontaminasi mikroplastik pada air keran di berbagai negara, yang didapatkan dari riset sebelumnya. 

Baca Juga: Shahnaz Haque: Kembangkan Energi Positif dalam Diri Siswa

Dalam bagian akhir, laporan mempertimbangkan fakta belum ada penelitian yang konklusif terkait dampak kontaminasi mikroplastik pada manusia dan fenomena masifnya konsumsi air minum kemasan di seluruh dunia. 

Lantaran itulah, riset kemudian merekomendasikan pengurangan produksi dan konsumsi air minum kemasan botol plastik, utamanya untuk mereka yang tinggal di wilayah di mana masih tersedia air keran yang bersih dan sehat. 

Banyak kalangan yang mengamini rekomendasi itu. Salah satunya, setelah dua tahun berlalu, adalah peneliti di Pusat Riset dan Kajian Obat dan Makanan pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Baca Juga:  Kemenag Purwakarta Imbau KBIH Jangan Nekat Berangkatkan Jamaah Haji

Baca Juga: Geram Karena Rumput Liar Tumbuh Lagi Meski Sudah Dipangkas? Coba Basmi Dengan Cara Ini 

Dalam dokumen “Kajian Risiko” mikroplastik pada air kemasan pada akhir Desember 2020, peneliti lembaga menyarankan “tindakan pengendalian berupa pengurangan penggunaan plastik”.

Lalu pemetaan cemaran mikroplastik pada sampel air baku, air minum dan air yang digunakan untuk produksi Obat dan Makanan, serta identifikasi titik-titik kritis kemungkinan terjadinya kontaminasi pada proses pengolahan air minum kemasan. 

Masih dalam laporan yang sama, peneliti BPOM menyebut hanya ada sedikit penelitian kontaminasi mikroplastik dalam air minum kemasan yang telah dipublikasikan di Indonesia. 

Baca Juga: Gus Halim: Alhamdulillah PLN Siap Penuhi 100 Persen Desa Teraliri Listrik Tahun 2024

Ini paradoks mengingat Indonesia adalah produsen sampah plastik terbesar kedua di dunia, memiliki 1.145 produsen air minum kemasan yang tersebar di seantero negeri, dengan tingkat konsumsi air minum kemasan mencapai 26,2 miliar liter pada tahun 2016.***