JABARNEWS | JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun telah memberikan surat pernyataan agar BPJS Kesehatan menunda pelaksanaan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampel) BPJS nomor 2, 3 dan 5 tahun 2018. Namun hingga saat ini BPJS Kesehatan bergeming.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Widyawati menjelaskan, Kemenkes sedang mencari solusi terhadap permasalahan pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Permasalahan yang dimaksud di antaranya penanggulangan defisit pembiayaan JKN dan keharmonisan regulasi pelaksanaan JKN.
”Kementerian Kesehatan bersama organisasi profesi dan perumahsakitan segera melakukan audit medik atas pelayanan kesehatan tersebut,” ucapnya seperti dikutip Jawa Pos.
Dia menjelaskan organisasi profesi dan perumahsakitan mendukung program JKN. Namun harus memberikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada keselamatan pasien dan indikasi medis.
’’Terkait masukan solusi keseimbangan pembiayaan JKN akan dibicarakan pada bauran revisi Perpres 12 Tahun 2013 pada pertemuan tingkat Kemenko PMK,” beber perempuan yang akrab disapa Wid itu.
Koordinator Advokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menyayangkan sikap lembek Kemenkes. ”Saya kira Menkes harus bersikap keras dan melaporkan kepada Presiden atas kebandelan direksi BPJS Kesehatan ini,” ungkapnya.
Jika PB IDI dan Kemenkes sudah tidak dihiraukan oleh BPJS Kesehatan, maka menurut Timboel Presiden lah yang harus menegur Direksi BPJS Kesehatan. Dia juga menyarankan agar Direksi BPJS Kesehatan menunda Perdiyannya. Tujuannya agar tidak berpolemik. ”Ditunggu statemen presiden,” imbuhnya.
Di sisi lain, Presiden harus membantu keuangan BPJS Kesehatan. Timboe mengatakan piutang dari mitra BPJS Kesehatan harus segera dibayarkan. Presiden bisa meminta Pemda untuk membayar iuran yang tertunggak secepatnya.
Dari sisi regulasi, Presiden harus mengevaluasi Inpres 8 tahun 2017. Inpres tersebut seharusnya mengatur kerjasama antar lembaga seperti BPJS Kesehatan dan kejaksaan dalam menagih piutang iuran. Sehingga piutang BPJS Kesehatan dapat dibantu pihak ketiga untuk menarik piutang.
”Memerintahkan menkeu menaikan iuran PBI (Penerima Bantuan Iuran, Red) jadi Rp 27.000,” sarannya lagi. Selama ini pemerintah membayar Peserta PBI sebesar Rp 25.000.
Jumlah tersebut dinilai sedikit. Standarnya untuk mereka yang menempati kelas 3, membayar iuran Rp 36.000. Dengan kenaikan iuran peserta PBI itu Timboel yakin akan mengurangi defisit BPJS Kesehatan.
Dia juga mengingatkan agar setiap peraturan BPJS Kesehatan harus mempertimbangkan kebutuhan peserta. Jika tidak, maka resikonya pesertalah yang dirugikan oleh kebijakan BPJS Kesehatan. (Anh)
Jabarnews | Berita Jawa Barat