JABARNEWS | PURWAKARTA – Pemilu serentak sudah di ujung mata, pada tahun 2024 ini seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang sudah tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) akan menggunakan haknya untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta memilih kepala daerah.
Berdasarkan catatan KPU, sebanyak 56,45 persen pemilih dari total DPT adalah generasi muda yang berasal dari generasi milenial dan generasi Z (Gen-Z) yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Jumlahnya yang begitu besar tentunya akan menjadi target yang disasar para kontestan Pemilu untuk mendulang suara. Namun tak jarang dalam mendulang suara, ada saja oknum kontestan dan tim suksesnya yang menggunakan cara-cara kotor serta tidak bermoral untuk memenangkan kontestasi dalam hajatan demokrasi lima tahunan ini, yaitu dengan cara money politic (politik uang) atau biasa disebut Serangan Fajar.
Agus M Yasin, seorang aktivis sosial di Purwakarta menerangkan bahwa praktek kotor seperti politik uang atau serangan fajar itu adalah membeli suara rakyat atau pemilih, agar penerima imbalan mau memilih kandidat tertentu atau mengarahkan pemilih untuk beralih pilihan ke kandidat yang ditentukan oleh pemberi imbalan.
“Serangan fajar atau money politic itu seperti kentut, baunya terasa dan tercium, tapi sumbernya susah buat diidentifikasi,” ujar pria yang akrab disapa Agus Yasin itu kepada Jabarnews.com, Kamis (14/12/2023).
Susah diidentifikasi, lanjut Agus Yasin, karena tidak diketahui secara pasti tentang jumlah pemilih yang telah menjual suaranya di Indonesia. Banyak kajian tentang politik uang hanya bersumber dari rumor dan klaim yang sulit untuk dibuktikan.
Meski demikian, menurutnya serangan fajar itu seperti polusi yang merusak alam demokrasi di Indonesia. Pembelian suara dalam proses elektoral akan memicu praktik negatif pemenangnya.
Pemenang yang curang, lanjut Agus Yasin, akan menghasilkan sistem pemerintahan yang tidak baik, yang penuh unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan individu dan golongan yang menguntungkan orang-orang tertentu saja.
“Serangan fajar atau politik uang itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai integritas, sebuah bentuk ketidakjujuran dan ketidakadilan, dan serangan fajar itu adalah polusi yang merusak alam demokrasi kita,” katanya.
Dia juga menjelaskan, jika serangan fajar atau politik uang ini masih berlanjut dalam setiap kontestasi politik, maka sampai kapan pun tujuan dari kesejahteraan masyarakat ini tidak akan tercapai, karena akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang tidak jujur dan adil serta tidak berintegritas dalam menjalankan roda pemerintahan.