Selain pendidikan, Rasuna Said juga tertarik dengan politik. Dia menginginkan agar wanita saat itu juga melek politik.
Dalam pandangan agama, bangsa, dan politik, Rasuna banyak dipengaruhi gurunya H Abdul Karim Amrullah, ayahanda HAMKA. Hingga akhir perjuangannya landasan berpikirnya selalu menggunakan pemikiran dari Abdul Karim.
Perjuangan politik dimulai Rasuna saat beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris. Kemudian, dia bergabung sebagai anggota di Persatuan Muslim Indonesia.
Rasuna Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Kemudian, dia mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi Saat terjun dalam dunia politik, Rasuna dikenal dengan kemahirannya berpidato.
Isi pidato yang disampaikannya selalu tajam menyangkut penindasan pemerintah Belanda ketika tahun 1930. Akibat pidato yang menyinggung Belanda, Rasuna akhirnya ditangkap dan dipenjara tahun 1932 di Semarang.