Hoaks Pemilu 2024 Mulai Mewabah, Masyarakat Butuh Vaksinasi

Indonesia Fact-Checking Summit
Penandatanganan komitmen bersama Indonesia Fact-Checking Summit (IFCS) 2022. (Foto: Beritajatim).

Pada 2019, hoaks politik mencapai 52,7 persen. Dua pemilu presiden plus Pilkada DKI 2017 itu menggambarkan brutalitas produksi hoaks.

“Penyebaran hoaks pada tahun politik perlu diantisipasi secara serius karena terbukti mempengaruhi kesempatan publik untuk menilai kandidat secara jernih, mengurangi peran publik dalam pengawasan pemilu, meningkatkan potensi konflik, mempertajam polarisasi, dan menggerus kepercayaan publik terhadap hasil pemilu. Polarisasi politik ini berpotensi menyebabkan konflik hingga kekerasan,” jelas Septiaji.

Baca Juga:  Ini Persiapan RSUD Sayang Cianjur Bila Ada Caleg Stres, Ada Ruangan Khusus?

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam pernyataan sikapnya yang dibawakan oleh Adi Marsiela selaku Koordinator Cek Fakta menyatakan bahwa informasi yang kredibel dan sehat adalah syarat fundamental bagi demokrasi.

Baca Juga:  Iin Nur Fatinah Dilantik Jadi Anggota PAW DPRD Jabar Gantikan Nur Supriyanto

Di masa pemilu, kebutuhan publik mendapatkan informasi yang kredibel jauh lebih besar, di tengah tsunami informasi di internet. Sehingga peran jurnalis cukup penting agar dapat mempublikasikan informasi yang akurat, membantah hoaks, dan menyajikan konten yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Baca Juga:  Gus Yahya Tegaskan PBNU Tak Terlibat Dukungan Capres dan Cawapres

Apalagi di tengah kecenderungan polarisasi yang telah mengakar sejak Pemilihan Presiden 2014, jurnalis harus lebih banyak mengutamakan berita dan mendorong debat publik yang sehat tentang rencana program para kandidat atau calon, alih-alih mengamplifikasi perbedaan agama atau isu identitas lainnya.