Namun sosialisasi ketentuan tersebut terlihat minim. Maka tak heran, hingga saat ini masih ditemukan konsumsi kental manis pada balita.
Pengamat Kebijakan Publik, Sofie Wasiat, kurangnya edukasi dan sosialisasi mengakibatkan masih banyak masyarakat Indonesia yang salah persepsi terhadap kental manis.
“Selama puluhan tahun kental manis dipahami memiliki kadar gizi yang tinggi bagi pertumbuhan anak sehingga disetarakan dengan susu sapi pada umumnya.” ujar Sofie.
Pada kenyataannya, konsumsi kental manis saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak, atau bahkan untuk dapat menggantikan ASI.
Ia juga berpendapat jika itu merupakan permasalahan serius yang memang perlu untuk ditangani oleh pemerintah dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat.