JABARNEWS | BANDUNG – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG menanggapi peredaran informasi di media sosial tentang Peringatan Badai Panas Equinox.
“Hoax dan tidak dapat dipertanggungjawabkan,” kata Herizal, pelaksana tugas Deputi Bidang Meteorologi di BMKG lewat keterangan tertulis (17/5/2020, dilansir dari laman Tempo.co.
Herizal menerangkan, fenomena Equinox bukan badai atau gelombang panas, melainkan peristiwa astronomi. Fenomena Equinox merupakan posisi semu matahari yang berada tepat di atas garis equator alias katulistiwa. Kejadiannya rutin dua kali dalam setahun yaitu kisaran 21 Maret dan 23 September.
“Pada Mei ini, posisi semu matahari sudah berada di belahan bumi utara,” katanya.
Karena itu, dia menambahkan, fenomena equinox kini sedang tidak terjadi hingga periode pertengahan September mendatang. Selain itu istilah badai atau gelombang panas hanya dikenal di negara non-tropis atau daerah lintang menengah hingga tinggi yang punya empat musim.
Di wilayah-wilayah itu, Herizal menjelaskan, fenomena gelombang panas terjadi ketika suhu udara lebih panas hingga 5 derajat Celcius dari ambang batas suhu normal. Penyebabnya yaitu kemunculan anomali sistem cuaca tekanan tinggi yang terjadi dalam beberapa hari atau minggu.
“Sementara di Indonesia secara umum suhu rata-rata pada saat periode equinox berkisar antara 32-36 derajat Celcius,” katanya.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum pada Mei 2020 di wilayah Indonesia masih cukup normal.
“Suhunya berkisar antara 31-36 derajat Celcius,” katanya lagi.
BMKG meminta masyarakat tidak perlu cemas karena peringatan badai panas equinox tergolong hoax. Herizal mengingatkan warga untuk mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas pada siang hari terutama bagi yang sedang berpuasa. (Red)