Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Masih Terjadi, Apa Solusinya?

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap anak (Foto: Freepik)
Ilustrasi kekerasan seksual terhadap anak (Foto: Freepik)

Menurutnya, sistem PPG prajabatan ini dapat menjadi pemicu peningkatan kualitas guru di masa depan. Dengan sistem ini, nantinya akan menghasilkan guru yang memiliki kemauan, minat dan bakat untuk menjadi pendidik.

Mereka dicirikan sebagai sosok guru yang siap berkorban, memiliki mental yang kuat, menyenangi dunia anak, serta cerdas tidak hanya secara intelektual, tetapi juga emosional, spiritual dan sosial.

Berbeda dengan PPG Prajabatan, Asep Purwa menilai bahwa PPG Dalam Jabatan memiliki kriteria penilaian yang tidak seketat serta seselektif Prajabatan.

“Dalam seleksi PPG Prajabatan dapat terlihat mau dan mampunya. Sedangkan yang PPG Dalam Jabatan lebih bersifat administrative,” ujarnya.

Ia juga menyoroti perubahan zaman yang telah menggeser paradigma relasi guru-murid dari model subjek-objek menjadi lebih kolaboratif.

Asep Purwa menekankan bahwa guru modern berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Meski demikian, penguatan pendidikan berbasis trisentra tetap menjadi hal penting.

“Guru utama anak adalah orang tua, kemudian sekolah dan lingkungan masyarakat,” ujarnya.

Ia menerangkan dalam sistem pendidikan modern harus memperhatikan pembelajaran dengan menekankan disiplin positif, growth mindset, dan pembelajaran sosial emosional (CASEL=Colaboratif for Academic Sosial emosional Learning) yang fokus pada motivasi internal siswa.

Oleh karenanya menurut dosen ilmu pendidikan ini, selain kualitas guru yang ideal, keterlibatan aktif orang tua sebagai pendidik utama serta lingkungan masyarakat yang baik juga akan menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif.

Baca Juga:  Guru ASN di Ciamis Lecehkan Belasan Muridnya, Begini Modusnya

Lingkungan pendidikan yang kondusif ini akan melindungi anak dari berbagai bentuk ancaman kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Kekerasan di lingkungan sekolah tidak hanya menimpa murid sebagai korban, tetapi juga ditemukan kasus di mana guru menjadi korban, bahkan hingga mengalami kriminalisasi.

Menanggapi hal itu, Asep Purwa menekankan pentingnya perlindungan hukum yang jelas bagi para pendidik, termasuk guru dan dosen.

“UU guru dan Dosen sejatinya juga memuat bagaimana seorang guru dan dosen memiliki perlindungan hukum yang jelas,” pungkas dosen ilmu pendidikan di UNISMU Purwakarta ini.

Langkah Strategis Cegah Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

Tingginya angka kekerasan seksual oleh oknum guru adalah masalah serius yang membutuhkan pendekatan komprehensif dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan keluarga.

Sekretaris Komunitas Pendamping dan Pengayom Pendidikan (KP3), Agus M Yasin, menegaskan sebagai organisasi yang memperjuangkan martabat profesi guru, KP3 dengan tegas menentang perilaku tercela yang mencoreng harkat dan martabat dunia pendidikan.

“Satu kasus kekerasan seksual oleh oknum guru sudah terlalu banyak, apalagi puluhan atau ratusan kasus,” ujar Agus Yasin.

Untuk mencegah dan menanggulangi kasus kekerasan seksual, Agus Yasin menyampaikan beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan, antara lain pencegahan melalui edukasi dan sosialisasi, penguatan sistem pengawasan dan pengaduan, penegakan hukum tegas, peran keluarga dan kolaborasi multi pihak.

Baca Juga:  Literasi Digital Pendidikan di Bogor Bahas Perlindungan Anak di Dunia Online

Dengan langkah-langkah ini, menurutnya angka kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum guru dapat ditekan, dan lingkungan pendidikan menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang.

Agus Yasin menekankan bahwa pengawasan terhadap guru dapat diperkuat tanpa mengganggu proses belajar-mengajar.

“Upaya tersebut membutuhkan pendekatan yang seimbang antara pemantauan dan pemberdayaan, tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang aman dan profesional tanpa mengurangi efektivitas pendidikan,” ujarnya.

Melalui Agus Yasin, KP3 pun merekomendasikan tiga hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pendidikan, termasuk kekerasan seksual, yaitu:

  1. Perlu adanya saluran pengaduan yang mudah diakses siswa dan orang tua, seperti hotline khusus atau aplikasi pelaporan. Dengan konsepsi dan mekanisme pengaduan yang ramah anak.
  2. Pengawasan Eksternal, adanya audit dan evaluasi secara berkala oleh dinas pendidikan dan lembaga perlindungan anak untuk memastikan sekolah bebas dari pelanggaran.
  3. Sanksi tegas untuk pelanggaran, yakni pemberian sanksi tegas, termasuk pencabutan sertifikasi bagi guru yang terbukti melakukan pelanggaran.

Agus Yasin optimis bahwa kombinasi teknologi, kebijakan, dan pendekatan partisipatif dapat memperkuat pengawasan tanpa mengganggu proses pembelajaran sehingga menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan kondusif.

Selain pentingnya perlindungan murid, Agus Yasin juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap guru.

Ia menyebut sejumlah kasus di mana guru menjadi korban kekerasan, seperti yang terjadi di Bengkulu pada Agustus 2023, ketika seorang guru dianiaya oleh orang tua siswa karena menegur anaknya yang merokok di sekolah.

Baca Juga:  Enam Provinsi Ini Miliki Angka Buta Aksara Tinggi

“Belum lagi ancaman dan kriminalisasi yang dialami guru ketika mereka mencoba mendisiplinkan muridnya. Contohnya adalah kasus Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang sempat viral baru-baru ini,” tambahnya.

Oleh karena itu, Agus Yasin mengungkapkan KP3 kini tengah mendorong lahirnya regulasi yang memberikan perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan tugas profesional mereka.

“Perlindungan ini bukan untuk membela tindakan tercela, tetapi untuk melindungi tugas profesional guru,” tegasnya.

Dalam waktu dekat, lanjut Agus Yasin, KP3 akan menggelar seminar bertajuk “Perlindungan Hukum bagi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) untuk Menunjang Pendidikan Berkualitas”.

Seminar ini akan menghadirkan narasumber ahli di bidang hukum, pendidikan, dan kebijakan pemerintah.

“Kami akan menggelar seminar dalam waktu dekat. Hasil dari seminar ini nantinya adalah rumusan rekomendasi untuk penyusunan regulasi imunitas GTK,” katanya.

Selain itu, seminar ini juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama para pendidik tentang perlunya regulasi imunitas GTK.

Agus Yasin berharap seminar ini dapat menjaring kerja sama dengan semua pihak untuk mendukung lahirnya Undang-Undang tentang Imunitas GTK dan penerapan kebijakannya.

“Dengan adanya undang-undang ini, lingkungan pendidikan bisa menjadi tempat yang aman dan kondusif bagi semua pihak,” pungkas sekretaris KP3 ini.(Hen)