Habib mengakui bahwa sistem zonasi memiliki beberapa keberhasilan, tetapi jika keberhasilannya hanya setara dengan tingkat kegagalannya, maka kebijakan ini perlu dievaluasi lebih dalam.
“Kalau tingkat keberhasilannya 80 persen dan sisanya 20 persen adalah kekurangan, itu masih bisa diterima. Namun, kenyataannya setiap tahun masalah zonasi selalu muncul. Artinya, ada hal yang belum terselesaikan dengan penerapan sistem ini,” jelasnya.
Habib menyoroti sejumlah kendala yang menghambat efektivitas sistem zonasi, seperti ketidaksiapan pihak terkait, maraknya praktik kecurangan, serta pengambilan kebijakan yang kurang cermat.
Akibatnya, siswa berprestasi justru tidak mendapat akses ke sekolah berkualitas, sementara ada sekolah yang masih mempertahankan stigma “favorit” sehingga menolak siswa kurang mampu.