JABAR NEWS | BANDUNG – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang pencabutan izin Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) masih menjadi polemik dikalangan masyarakat.
Pengamat Politik dan Direktur PSPK Unpad, Muradi menilai penetapan Perppu ini dinilai tepat untuk menjangkau organisasi-organisasi yang anti Pancasila dan anti NKRI.
“Kalau dibaca Undang-Undang (UU) Nomor 17, HTI, FPI itu tidak ke jangkau. Tidak terjangkau oleh UU Anti Teror dan UU Ormas yang lain,” ujar Muradi di Bandung, Kamis (13/07/2017).
Muradi menuturkan wacana penerbitan Perppu tentang Ormas ini sudah ada sejak zaman Presiden SBY hanya saja kemudian pada level tertentu problematikanya dapat diredam sehingga Perpu tersebut baru ramai saat ini.
“Saya pikir momentumnya baru ada sekarang padahal jauh sebelum itu pada zaman Pak SBYdulu juga sama hanya pada level tertentu problem nya bisa diredam,” tuturnya.
Muradi mengatakan tugas akademisi saat ini adalah untuk mengawal Perppu tersebut supaya tidak mengancam demokrasi dan mengancam hak orang lain.
“Perppu ini perlu diuji, Perppu ini tidak semata-semata untuk membubarkan, saya pikir teman-teman yang membuat ini memiliki pemikiran tentang adanya permasalahan yg terjadi di masyarakat,” katanya.
Sementara itu Dosen Fisif Unpad, Firman Nanan mengatakan dukungan publik terhadap Perppu ini dinilai penting karena kepentingan Perppu ini bukan untuk kepentingan rezim semata.
“Yang dibutuhkan pemerintah ada kepercayaan publik, apakah Perppu ini lahir untuk kepentingan publik ataukah hanya untuk kepantingan politik,” ungkap Firman.
Firman menambahkan perlu adanya pemahaman yang sama antara pemerintah dengan masyarakat karena yang terjadi saat ini adalah kesenjangan pemahaman di masyarakat dan pemerintah.
“Penguasa harus melihat Perppu ini lahir akibat adanya kegentingan yang terjadi ataukah akibat adanya Perppu ini lalu muncul kegentingan di masyarakat,” tambah Firman. (Nur)
Jabar News | Berita Jawa Barat