Sebelumnya, dalam pasal 151 ayat 3 UU Ketenagakerjaan, jika tidak ada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau serikat buruh, maka PHK hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau dalam hal ini Mahkamah Agung (MA).
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,” bunyi ayat tersebut.
Selain itu terdapat sejumlah pasal UU Ketenagakerjaan yang dihapus dalam Perppu Cipta Kerja. Misalnya pasal 152 UU Ketenagakerjaan yang mengatur cara permohonan penetapan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Hal yang sama juga terjadi pada pasal 155 UU Ketenagakerjaan. Pasal yang terdiri dari tiga ayat tersebut turut dihapus. Pasal tersebut mengatur bahwa PHK tanpa penetapan dari MA akan batal demi hukum. (red)