JABARNEWS | BANDUNG – Pemrintah Provinsi Jawa Barat melalui Tim Jabar Saber Hoaks (JSH), sebelumnya menyiapkan nomor hotline dan beberapa media sosial yang dapat diakses masyarakat untuk melakukan aduan berita hoaks.
Koordinator JSH Retha Aquila Rahadian mengatakan, telah menerima 1.855 aduan hoaks selama masa pandemi Covid-19. Menurutnya, persebaran hoaks Covid-19 tergolong cepat karena beredar melalui media sosial dan aplikasi percakapan.
“Setelah kami klarifikasi, 1.855 aduan adalah hoaks. Sisanya benar. Puncak aduan ada di bulan Maret. Untuk April dan Mei sudah turun. Juli sudah mulai melandai,” ujar Retha, Rabu (22/7/2020).
Ia juga mengatakan, pada awal pandemi hoaks membicarakan soal kebijakan karantina wilayah atau lockdown, saat ini hoaks didominasi terkait penanganan Covid-19. Salah satunya hoaks penyemprotan racun pembasmi Covid-19 melalui helikopter.
“Masyarakat harus lebih teliti dan kritis. Kritis dalam arti penasaran. Apakah informasi ini benar atau tidak. Kemudian, jangan sembarang meneruskan informasi yang belum dipastikan kebenarannya,” katanya dilansir dari ayobekasi.
Di luar klasifikasi itu, JSH sendiri sejak Januari 2020 hingga Juni 2020 menerima 2.881 aduan masyarakat soal Covid-19.
Sementara, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) Santi Indra Astuti memaparkan sejumlah dampak buruk dari hoaks. Pertama, merusak ekosistem informasi yang memicu kebingungan di masyarakat. Sebab, masyarakat tidak bisa membedakan mana informasi yang valid dan tidak.
“Belakangan ketahuan informasinya tidak valid alias hoaks. Tapi, energi terlanjur tercurah untuk mengurusi informasi yang tidak benar,” kata Santi.
Santi mengatakan, hoaks dapat membuat masyarakat salah mengambil keputusan, khususnya terkait Covid-19.
“Dia menolak untuk berobat karena percaya pada hoaks. Hoaks membuat orang mengambil keputusan yang salah dan berakibat fatal bagi hidupnya,” katanya. (Red)