JABARNEWS | JAKARTA – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR (Measles Rubella) Produk dari SII (Serum Institute of India) untuk Imunisasi pada 20 Agustus 2018.
Fatwa itu menetapkan vaksin MR mengandung babi dalam proses produksinya. Namun, fatwa itu juga menyebutkan tetap memperbolehkan penggunaan vaksin tersebut karena alasan darurat.
Fatwa itu terdiri dari tiga bagian penjelasan. Bagian pertama berisi ketentuan hukum yang terdiri dari empat poin.
Berikut isi Fatwa tersebut:
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 33 Tahun 2018
Tentang
PENGGUNAAN VAKSIN MR (MEASLES RUBELLA) PRODUK DARI SII (SERUM INTITUTE OF INDIA) UNTUK IMUNISASI
Dengan bertawakal kepada Allah SWT
MENIMBANG:
a. Bahwa saat ini ditemukan banyak kasus terjadinya penyakit Campak dan Rubella di Indonesia. Kedua penyakit ini digolongkan penyakit yang mudah menular dan berbahaya, karena bisa
menyebabkan cacat permanen dan kematian. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan terkena penyakit tersebut. Untuk mencegah mewabahnya dua penyakit tersebut, dibutuhkan ikhitar dan upaya yang efektif, salah satunya melalui imunisasi;
b. Bahwa untuk melindungi anak dan masyarakat Indonesia dari bahaya penyakit campak dan rubella, Pemerintah menjalankan program imunisasi MR. Terkait dengan itu, Menteri Kesehatan RI
mengajukan permohonan fatwa kepada MUI tentang status hukum pelaksanaan imunisasi MR tersebut untuk dijadikan sebagai panduan pelaksanaannya dari aspek keagamaan;
c. Bahwa atas dasar pertimbangan di atas, maka dipandang perlu menetapkan fatwa tentang penggunaan Vaksin MR Produksi SII untuk Imunisasi agar digunakan sebagai pedoman.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN MR (MEASLES RUBELLA) PRODUK DARI SII (SERUM INTITUTE OF INDIA) UNTUK IMUNISASI
Pertama : Ketentuan Hukum
1. Penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram.
2. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.
3. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII), pada saat ini, dibolehkan (mubah) karena :
a. Ada kondisi keterpaksaan (dlarurat syar’iyyah)
b. Belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci
c. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.
4. Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci.
Kedua: Rekomendasi
1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
2. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.
4. Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.
Ketiga: Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal :
08 Dzulhijjah 1439 H
20 Agustus 2018 M
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
PROF.DR.H. HASANUDDIN AF., MA
Ketua
DR.H. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
Sekretaris
(Des)
Jabarnews | Berita Jawa Barat