JABARNEWS | JAKARTA – Pemerintahan Joko Widodo terus menggenjot pembangunan infrastruktur. Dari 30
proyek strategis nasional yang diselesaikan pada 2016-2017, empat di antaranya pembangunan proyek
jalan tol. Pembangunan jalan tol juga menjadi perhatian pemerintah menjelang mudik Lebaran 2018.
Jika merunut ke belakang dikutip dari kompas,Sabtu (26/5/2018), seperti apa sejarah pembangunan jalan tol di Indonesia? Wacana pembangunan jalan tol muncul 1955 Wacana pembangunan jalan tol digulirkan pertama kali pada 1955 oleh Wali Kota Jakarta (sekarang Gubernur) saat itu, Raden Sudiro. Raden Sudiro menjabat Wali Kota
Jakarta pada 1953-1960. Saat itu, ia mengusulkan adanya jalan berbayar.
Tujuannya, agar pemerintah daerah Kotapraja Jakarta mendapatkan dana tambahan untuk pembangunan. Sudiro juga mengusulkan retribusi satu sen dari harga normal bensin.
Akhirnya, pada 1955, Sudiro bersama Badan Pemerintah Harian Kotapraja Jakarta mengusulkan pembangunan jalan tol ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS). Usulan Sudiro ditolak oleh DPRDS.
Alasannya, jalan tol akan menghambat dan menganggu lalu lintas. Selain itu, DPRDS menganggap, penarikan tarif tol seperti meminta pajak kuno/kolonial.
Pada tahun itu, tercatat ada 222.000 kendaraan. Usulan Sudiro untuk membangun jalan tol akhirnya dipertimbangkan.
Menteri PUT Sutami, pada 9 Januari 1970, mengusulkan pembangunan Djakarta By Pass dari Cililitan- Ciawi sepanjang 50 kilometer kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Pada 1973, pemerintah memulai proyek jalan tol pertama yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Ciawi yang dikenal dengan singkatan Jagorawi. Proyek ini menghabiskan dana sekitar Rp 16 Miliar.
Harian Kompas, 28 September 1973, memberitakan, Jagorawi memiliki panjang 52 kilometer dengan enam lajur dan akan selesai pada 1978. Gerbang ini terletak di daerah Pondok Gede, sekitar 4 km dari ujung jalan bebas Jagorawi di Jln. Sutojo.
Menurut rencana, sepanjang 24 Km dari Cawang (jakarta) sampai Citeureup (Cibinong) akan diresmikan penggunaannya oleh Presiden sebelum 11 Maret. Selebihnya sampai Ciawi diharapkan selesai akhir 1978.
Para pemakai jalan tersebut dengan sedan atau sejenisnya nantinya dikenakan retribusi Rp 12,-/Km. Sedangkan truk dan semacamnya Rp 20,-/Km. Untuk mengelola dana retribusi ini akan dibentuk persero.
Selanjutnya, perusahaan inilah yang bertugas mengontrol pemasukan dana tersebut serta pengeluarannya untuk perawatan jalan itu. Jalan ini termahal pembangunannya, Rp. 400 juta/Km. Malahan menurut perhitungan sekaran bisa mencapai Rp. 800 Juta/Km. Rencananya nantinya terdiri dari delapan jalur.
Kalau kapasitas jalan sudah terpenuhi diperkirakan 50.000 kendaran tiap hari akan melalui jalan ini. Hingga diperhitungkan akan memasukkan dana sekitar Rp. 4 Miliar/tahun. Dengan dibukanya jalur tersebut, Jakarta – Bogor bisa ditempuh melalui tiga jalan. Dua lainnya melalui Cibinong dan Parung.
Pembangunan Jagorawi melibatkan bantuan pihak asing. Jalan ini menghubungkan antara Jakarta, Cibubur, Citeureup, Bogor, serta Ciawi. Pada awal pembangunannya, kendaraan yang melintasi Jagorawi tidak dikenakan biaya sama sekali (pada masa uji coba).
Selanjutnya, Presiden Soeharto meresmikan jalan tol Jagorawi pada 1978 dan pengelolaannya diberikan kepada PT Jasa Marga. Setelah diresmikan, tarif jalan tol mulai berlaku. Tarifnya, Rp.13/km untuk mobil sedan dan sejenisnya. Sementara, untuk truk dan sejenisnya Jasa Marga menerapkan tarif Rp.20/km.
Hasil yang didapatkan dari retribusi ini digunakan untuk biaya perawatan jalan tol. Setelah proyek tol Jagorawi, pemerintah melanjutkan pembangunan tol lainnya, yaitu Jakarta-Merak pada 1984. Jalan tol ini menghubungkan Jakarta – Merak dengan panjang sekitar 120 kilometer. (Yfi)
Jabarnews | Berita Jawa Barat