JABAR NEWS | BANDUNG – Puluhan masyarakat RW 11 Tamansari menggelar aksi penolakan pembangunan rumah deret yang digagas oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, di depan Balai Kota Bandung, Kamis (26/10/2017).
Sebelum aksi, massa melakukan jalan kaki (longmarch) dari tamansari melalui jalur kampus Unisba menuju BIP Jalan Merdeka, Wastukencana dan berakhir di kantor Wali Kota Bandung.
Kemudian warga meminta masuk ke Balai Kota meminta bertemu dengan Wali Kota yang pada saat berlangsungnya aksi Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung) sedang tidak berada ditempat.
Juru bicara forum warga RW 11 Tamansari, Nanang menuturkan, warga RW 11 kelurahan Tamansari telah menempati kawasan ini sejak tahun 1960-an. Yang mana warga membangun rumah dengan hasil keringat dan kerja keras mereka sendiri.
Kemudian, pemerintah kota mengundang warga ke rumah dinas Walikota Bandung untuk mensosialisasikan pembangunan rumah deret sebagai solusi dari penataan kawasan kumuh di kota Bandung pada Juni lalu.
Sebelumnya lanjut Nanang, Walikota Bandung, mengatakan program rumah deret merupakan program penataan pemukiman tanpa penggusuran. Namun pada faktanya, program ini merupakan penggusuran gaya baru dengan menggunakan acuan hukum UU No. 20 Tahun 2011 tentang rumah susun, Peraturan Daerah (Perda) no. 7 Tahun 2013 tentang Penyediaan, Penyerahan dan Pengelolaan, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Pemukiman. Peraturan Walikota Bandung (Perwal) No. 1384 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan Kota Bandung.
“Kami diminta pindah dari rumah kami. Rumah kami akan dihancurkan lalu akan dibangun rumah deret di atasnya. Lalu kami bisa tinggal disana kembali sebagai penyewa,” ujar Nanang.
Selanjutnya kata dia, Pemkot Bandung beranggapan, lahan yang kini ditempati warga merupakan milik mereka (pemkot) sehingga mereka bebas mengusir warga Padahal, warga telah menguasai tanah sejak 1960-an, namun Pemkot tidak pernah bisa menunjukkan bukti kepemilikan lahan.
“Penataan kawasan kumuh harusnya didasari oleh kepentingan warga, bukan estetika keindahan semata. Apalagi berdasarkan pesanan pengusaha. Untuk itu warga meminta Pemkot Bandung mencari alternatif lain jika ingin menata pemukiman warga,” katanya
Dalam skema rumah deret, warga akan direlokasi ke sejumlah tempat, Pemkot Bandung tidak bisa seenaknya merelokasi warga RW 11 Kelurahan Tamansari ke Rusun Rancacili.
“Pemkot seharusnya mempertimbangkan bahwa sumber penghasilan warga berada disekitar tempat tinggal mereka. Pindah ke rusun yang berjarak kurang lebih 15 kilometer dari tempat tinggal asal menuntut warga mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi ke tempat kerja,” katanya.
Selain itu, menurut Nanang pemkot harus mempertimbangkan warga yang sumber pencariannya tidak bisa dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal mereka kini. Pedagang makanan misalnya. jika mereka pindah ke apakah Pemkot berani menjamin mereka bisa berdagang dengan pendapatan yang sama.
“Dan yang juga bakal menjadi korban dari relokasi ke Rancacili adalah anak-anak. Mereka harus menempuh perjalanan sejauh 30 Kilometer untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Orang tua mereka juga harus mengeluarkan uang lebih untuk ongkos anak mereka bersekolah. Kami juga menyesalkan Pemkot yang seakan terburu-buru dalam mengeksekusi pembebasan lahan tanpa memperhatikan kepentingan dan hak kami,” pungkasnya. (Nur)
Jabar News | Berita Jawa Barat