Djadja mengaku telah meminta kepada Kepala Oditur Militer Tinggi pada 2016 agar dieksekusi. Tapi permintaan itu ditolak.
“Akhirnya terjadi pembiaran selama 6 tahun. Siapa yang bertanggung jawab dan apa kompensasinya bila harus masuk penjara selama 4 tahun dan harus mati dalam penjara?” ujar Djadja.
Seperti diketahui, perkara ini berawal dari kasus ruislag tanah di Waru, ketika Djadja Suparman menerima bantuan dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) pada awal 1998.
Total uang tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 20 hektare senilai Rp 4,2 miliar di Pasrepan, Pasuruan dan juga untuk merenovasi Markas Batalion Kompi C yang ada di Tuban, serta mendirikan bangunan Kodam Brawijaya di Jakarta.
“Sisanya yang tinggal Rp 13,3 miliar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa,” kata ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) silam.