Apa Itu UU MD3, Begini Penjelasanya

JABARNEWS | BANDUNG – Revisi UU MD3 disahkan antara pemerintah dan DPR RI pada rapat paripurna tanggal 12 Febuari 2018 lalu. Revisi itu menuai kontroversi sejumlah pihak.

Sekedar informasi UU MD3 adalah Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Undang-undang berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD dan DPD. Hak, kewajiban, kode etik serta detil dari pelaksanaan tugas juga diatur.

Aturan ini menggantikan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 mengenai MD3 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum.

UU ini terdiri atas 428 pasal, dan disahkan pada 5 Agustus 2014 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Revisi terakhirnya disahkan oleh DPR pada Senin, 12 Februari 2018.

Baca Juga:  Mengunjungi Surga Tersembunyi, Curug Suhada Purwakarta

Revisi yang paling memicu kontroversi yakni pasal 122 k terkait tugas MKD dalam revisi UU MD3 karena DPR dianggap menjadi antikritik dan kebal hukum. Pengamat menganggapnya sebagai upaya kriminalisasi terhadap praktik demokrasi, khususnya rakyat yang kritis terhadap DPR.

Pasal yang memuat perihal penghinaan terhadap parlemen berisi tambahan peraturan yang memerintahkan Mahkamah Kehormatan Dewan.Untuk mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR”

Selain kontroversi soal pasal “antikritik”, ada beberapa pasal yang diubah dalam UU MD3. Yakni pasal 73, Undang-undang sebelum direvisi menyatakan bahwa polisi membantu memanggil pihak yang enggan datang saat diperiksa DPR. Kini pasal tersebut ditambah dengan poin bahwa Polisi wajib memenuhi permintaan DPR untuk memanggil paksa.

Baca Juga:  Hari Pertama Rekayasa Lalin Kota Bandung, Kepadatan Kendaraan Mengular hingga Pasteur

Pasal 84 dan 15 tentang komposisi pimpinan DPR dan MPR. Pasal ini lebih punya kontroversi politik karena kursi pimpinan DPR yang semula satu ketua dan empat wakil, menjadi satu ketua dan lima wakil. Satu pimpinan tambahan ini akan menjadi jatah pemilik kursi terbanyak yang saat ini dipegang oleh PDI-P.

Pada pasal 15, pimpinan MPR tadinya terdiri atas satu ketua dan empat wakil ketua. Dengan revisi, pimpinan MPR menjadi satu ketua dan tujuh wakil. MPR terdiri atas 10 fraksi partai politik dan satu fraksi Kelompok DPD.

Baca Juga:  Pacar Anda Mudah Bosan? Berikut Cara Agar Tidak Mudah Bosan

Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR. Pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana harus ada pertimbangan MKD sebelum DPR memberi izin. Padahal pada tahun 2015 MK sudah memutuskan bahwa pemeriksaan harus dengan seizin presiden, bukan lagi MKD. (Tidak berlaku untuk anggota yang tertangkap tangan, tindak pidana khusus, dan pidana dengan hukuman mati atau seumur hidup). (Vie/Net)

Jabarnews | Berita Jawa Barat