Banyak Agenda Pemerintah Belum Tuntas, Ratusan Aktivis Turun Gunung

 

JABARNEWS | BANDUNG – Sekitar 300 aktivis yang tergabung dalam Jaringan Progresif 98 Bandung ‘turun gunung’ dan menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintahan saat ini yang dinilai mengabaikan banyak agenda ataupun cita-cita reformasi.

Melihat kondisi Indonesia saat ini secara sosial, politik dan ekonomi, para aktivis tersebut tergerak untuk “turun gunung” dengan menggelar Ikrar Kebangsaan dan Diskusi Publik Jelang Pemilu 2019 di Kafe Dacosta, Jalan Sawunggaling, Kota Bandung, Senin (10/9/2018).

Pengucapan dan Penandatanganan Ikrar Kebangsaan ini dilakukan oleh beberapa tokoh. Antara lain Muhammad Halim (Unpad), Radhar Tribaskoro (aktivis 80), Budiana Irmawan (Ikopin), Ali Ardo (Unpad), Deni Kusdinar (UIN Bandung), A.S Mulyana (Unpad), Iman Haris (UIN Bandung), Dadang Tahyu (Unpad) dan Yulianto (STT Mandala). Selain itu ada Lukman Hernawijaya (Unpar), Abdul Wahab (Unpad), Ervan Taufiq (Ikopin).

Kemudian Subagja Halim (Unpad), Yosef Bachtiar (UIN Bandung), M Sonny (Unpad), Iwan Nirwana (Unpas), Adew Habtsa (Unpad), Trisno Yuwono (STIE YPKP), Ani Kusnanto (Ikopin) Tedi YN (Unpad) dan Zaenal Muttaqin (Unpad) yang memimpin pembacaan Ikrar Kebangsaan dan secara serentak diucapkan oleh ratusan aktivis yang hadir.

Selain itu, hadir juga dalam kegiatan ini aktivis lintas zaman yang juga tokoh masyarakat Jawa Barat, Tjetje Hidayat Padmadinata, Andri Kantaprawira serta aktivis mahasiswa dari sejumlah kampus dan BEM perguruan tinggi se-Bandung Raya.

Salah seorang juru bicara sekaligus penggagas acara, Budiana Irmawan mengatakan, kegiatan ikrar kebangsaan dan diskusi publik ini merupakan respons dari seluruh eksponen aktivis yang tergabung dalam Jaringan Progresif 98 Bandung untuk menggugat agenda reformasi yang belum tuntas.

Baca Juga:  Ramalan Zodiak Hari ini Untuk Aries, Taurus dan Gemini

Bahkan, Budiana memandang sikap pemerintahan saat ini cenderung mulai totalitarianisme atau bertentangan dengan sistem demokrasi.

“Kita turun gunung karena ingin mengingatkan sekaligus menegaskan bahwa reformasi bukan hanya untuk menjatuhkan Suharto, tetapi jauh lebih penting untuk membuka pintu kebebasan setiap warga negara dalam koridor konstitusi. Setelah 20 tahun reformasi, masih banyak agenda reformasi yang belum tuntas. Bahkan, saat ini muncul tendensi kembali kepada totalitarianisme,” ungkap Budiana.

Eksponen aktivis 98 lainnya yang juga penggagas acara, Zaenal Muttaqin mengungkapkan kekhawatiran situasi sosial, politik dan ekonomi Indonesia pada periode 1998 bakal terulang. Di sektor ekonomi misalnya, kata Zaenal, depresiasi atau melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar bakal memicu gejolak ekonomi yang parah seperti pada 1998 saat krisis ekonomi terjadi di Indonesia.

“Situasi 98 ini seolah-olah terulang, kita tahu sekarang (nilai) rupiah semakin parah. Pembenaran-pembenaran bahwa situasi ekonomi sekarang tidak sama dengan 98 tidak bisa dibenarkan karena faktanya penurunan rupiah ini akan memicu dan mengakibatkan kenaikan harga. Sebab, ketergantungan produk impor ini masih cukup tinggi,” kata Zaenal.

Menurutnya kekhawatiran itu yang membuat pihaknya tergerak untuk mendorong sekaligus mengingatkan bahwa harapan dan semangat untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat itu jangan sampai putus.

“Artinya kita harus melakukan kritik dan memberikan peringatan kepada pemerintah bahwa kondisi saat ini harus berubah,” lanjut Zaenal.

Baca Juga:  Berzina Pada Bulan Ramadan, Sepasang Selingkuh di Paluta di Usir Warga

Selain situasi ekonomi yang cenderung menurun, persoalan sosial dan politik di masyarakat, kata Zaenal, juga memunculkan kegelisahan yang cukup tinggi di antara para aktivis.

“Saat ini terjadi konflik yang cukup berat di tengah masyarakat. Konflik antar-pandangan dan perbedaan politik ini semakin keras, sederhananya itu bisa kita pantau di media sosial. Dimana masyarakat dengan mudahnya terpancing untuk saling memaki,” jelas Zaenal.

Karena itu, dalam momentum jelang Pemilu 2019, Zaenal mengajak kepada semua pihak untuk berpolitik secara cerdas dan tidak menyampaikan opini yang hanya hanya akan memicu terjadinya konflik di tengah-tengah masyarakat.

“Jangan lagi dikaitkan-kaitkan dan mengatakan bahwa itu adalah politik identitas dan lain sebagainya yang malah bisa memicu konflik di masyarakat. Momen ini (Ikrar Kebangsaan) juga sekaligus mengajak kepada para mahasiswa untuk kembali kritis kepada pemerintah, tidak lagi berada di ‘menara gading’ (nyaman dengan aktivitas di kampus),” tegasnya.

Sementara itu praktisi hukum, Muhammad Halim menilai belum banyak perubahan dalam penanganan masalah hukum, termasuk di dalamnya kasus hak asasi manusia dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Seperti keseriusan pemerintah saat ini mengungkap kasus pembunuhan Munir, dan penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

“Reformasi itu terjadi karena kita ingin menumbuhkan dan memperjuangkan demokrasi sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara di Indonesia. Lalu persoalan apa yang terjadi di pemerintahan sekarang ini? Saya melihatnya ada di demokrasi sebagai rule (aturan main) untuk mencapai tujuan bernegara,” ungkap Salim.

Baca Juga:  Plt Walikota Bandung Kaget Sopir Pribadinya Tewas Kecelakaan

“Indeks kebebasan menyampaikan pendapat turun, indeks kebebasan pers turun, indeks penegakan hukum turun, termasuk dalam penanganan kasus HAM juga turun dan lainnya cenderung turun. Kalau demokrasi sebagai aturan main ini rusak, artinya tidak ada kepercayaan kepada pemerintah. Kalau aturan mainnya salah, maka kita akan ribut-ribut terus. Jika ribut terus maka tidak akan tercapai tujuan bernegara,” pungkasnya.

Berikut 5 Poin Ikrar Kebangsaan Jaringan Progresif 98 Bandung:

1. Kami Jaringan Progresif 98 Bandung konsisten berada di garda depan untuk mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang dinilai melanggar hak-hak publik.

2. Kami Jaringan Progresif 98 Bandung memandang pemisahan TNI dan Polri sebagai langkah awal reformasi aparatur pertahanan dan keamanan negara harus dituntaskan dengan menjaga netralitas dan sikap profesional.

3. Kami Jaringan Progresif 98 Bandung menuntut pemerintah segera mengatasi depresiasi rupiah yang mengancam terjadinya krisis ekonomi dan berdampak kepada beban hidup masyarakat kecil yang semakin berat.

4. Kami Jaringan Progresif 98 Bandung akan terlibat aktif mengkampanyekan kepada masyarakat luas menolak calon presiden yang cuma pandai pencitraan, sekaligus memilih calon presiden yang memiliki komitmen untuk kepentingan nasional.

5. Kami Jaringan Progresif 98 Bandung mendorong mahasiswa berani menyuarakan kebenaran tidak berada di menara gading yang berjarak dengan persoalan kerakyatan dan sekadar menjadi alat legitimasi kekuasaan yang menindas. (wan)

Jabarnews | Berita Jawa Barat