Banyak Anak Muda ‘Kumpul Kebo’ di Indonesia, Kenapa?

Ilustrasi kohabitasi, pasangan yang hidup dan tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah atau kumpul kebo (Foto: Freepik)
Ilustrasi kohabitasi, pasangan yang hidup dan tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah atau kumpul kebo (Foto: Freepik)

Sementara itu dari segi kesehatan, “kumpul kebo” dapat menurunkan kepuasan hidup dan masalah kesehatan mental. Sejumlah penyebab dampak negatif akibat kohabitasi adalah minimnya komitmen dan kepercayaan dengan pasangan dan ketidakpastian tentang masa depan.

Baca Juga:  Ada Masjid Di Kota Bandung Tak Laksanakan "Magrib Mengaji", Pemkot - Kemenag Geregetan

Menurut data PK21, sebanyak 69,1 persen pasangan kohabitasi mengalami konflik dalam bentuk tegur sapa, 0,62 persen mengalami konflik yang lebih serius seperti pisah ranjang hingga pisah tempat tinggal, dan 0,26 persen lainnya mengalami konflik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Baca Juga:  Menggapai dan Menjaga Berat Badan Ideal: Tips untuk Hidup Sehat dan Bahagia

Lalu, anak-anak yang lahir dari hubungan kohabitasi juga cenderung mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, kesehatan, dan emosional.

Yulinda menjelaskan bahwa anak-anak dapat mengalami kebingungan identitas dan merasa tidak diakui akibat stigma dan diskriminasi terhadap status ‘anak haram’, bahkan dari anggota keluarga mereka sendiri.

Baca Juga:  Ramalan Zodiak Hari Ini Libra, Scorpio dan Sagitarius: Orang-orang di Sekitarmu Saat ini Sedang Berada Dalam Mood yang Baik

“Hal ini menyulitkan mereka untuk menempatkan diri dalam struktur keluarga dan masyarakat secara keseluruhan,” pungkasnya.(red)