JABARNEWS │ JAKARTA – Bulog mengklaim kesulitan menyerap beras langsung dari petani. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan harga yang ditawarkan.
Hal tersebut diungkap Direktur Serealia Kementerian Pertanian, Ismail Wahab. Menurutnya, ada perbedaan harga yang ditawarkan Bulog dengan harga pasar. Hal ini menjadi alasan sejumlah pengepul lebih memilih untuk menjual beras langsung pada konsumen.
“Rata-rata penggilingan memberikan harga Rp10.300, harga berasnya, tapi Bulog menyampaikan kami hanya menerima Rp9.700, itu kendalanya,” ujar Ismail.
Menurut Ismail, saat ini terjadi kenaikan harga bertepatan dengan masa panen. Penyebabnya, pasokan yang lebih rendah dari masa panen sebelumnya. Akibatnya, stok beras selama Oktober hingga Desember jumlahnya lebih sedikit dari periode sebelumnya.
“Tanpa ada kenaikan harga BBM dan pupuk, harga gabah, harga beras di bulan-bulan ini, Oktober-Desember, selalu lebih tinggi. Kenapa? Pasokannya lebih rendah, petani menggunakan pupuk non-subsidi. (Harga tinggi) itu untuk mengkompensasi pupuk non-subsidi, jual beras lebih tinggi,” jelasnya.