Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara merokok dan gangguan mental. Rata-rata, individu dalam penelitian ini mulai merokok sekitar usia 17 tahun, sementara gangguan mental mulai muncul pada usia sekitar 30 tahun.
Peneliti juga menjelaskan hipotesis yang menghubungkan gangguan mental dengan kandungan nikotin dalam rokok. Nikotin dalam rokok awalnya dapat mengaktifkan produksi serotonin di otak, yang membuat perokok merasa rileks setelah merokok.
Namun, nikotin juga dapat menghambat penyerapan neurotransmitter serotonin di otak, yang dapat berdampak pada individu dengan depresi yang menghasilkan jumlah serotonin yang tidak mencukupi.
Penelitian ini juga menemukan bahwa risiko gangguan mental pada perokok dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik ini merujuk pada gen yang memainkan peran dalam menentukan apakah seseorang akan menjadi perokok atau tidak.
Hasil menunjukkan bahwa individu yang membawa gen-gen terkait merokok namun tidak aktif merokok memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami gangguan mental dibandingkan dengan mereka yang membawa gen-gen tersebut dan aktif merokok.
Meskipun begitu, penelitian ini menyoroti perlunya studi lebih lanjut untuk memahami proses biologis yang mendasari hubungan antara merokok dan gangguan mental.
Dengan pengetahuan lebih mendalam tentang mekanisme biologis ini, dapat ditemukan langkah-langkah yang lebih efektif dalam menjaga kesehatan mental terkait dengan kebiasaan merokok. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News