Menurut Wang, kunjungan ini memberikan kesempatan bagi Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan untuk melihat langkah Provinsi Shanxi dalam pengembangan teknologi energi terbarukan.
“Meskipun teknologi energi terbarukan di Shanxi masih berkembang dibandingkan dengan industri batu bara dan industri berat provinsi tersebut, penerapannya di wilayah penghasil batu bara seringkali menghadapi tantangan terkait risiko teknis yang dianggap tinggi dan kebutuhan investasi yang besar. Untuk mengatasi masalah ini, meningkatkan kemampuan inovasi teknologi energi terbarukan melalui pembentukan lembaga penelitian ilmiah dan perusahaan berteknologi tinggi, serta menerapkan program pelatihan terstruktur, sangat penting,” jelas Wang.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menyatakan bahwa dengan semakin cepatnya transisi dari batu bara, strategi untuk memitigasi konsekuensi ekonomi dan sosial di daerah penghasil batu bara harus menjadi prioritas dalam rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah di tingkat nasional dan daerah.
Pemerintah Indonesia harus berkolaborasi secara erat dengan pemerintah daerah dalam menyusun rencana pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan segera menerapkannya.
“Pemerintah harus segera mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi alternatif yang menjanjikan sekaligus meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan mempersiapkan para pekerja industri batu bara untuk industri yang berkelanjutan. Belajar dari provinsi-provinsi penghasil batu bara besar, seperti Shanxi di Cina, dapat menginspirasi pemerintah nasional dan daerah di Indonesia untuk membayangkan perubahan transformatif yang akan terjadi dalam waktu dekat dan merencanakan ekonomi pasca-batu bara,” tambah Fabby.