“Kami jadi sedih karena anak-anak sering terbengkalai. Kami terpaksa hanya memberikan tugas karena harus menyelesaikan tugas administrasi,” ucap Susi.
Musbihin, seorang guru PPPK di Kabupaten Kebumen, juga merasakan beban yang sama. Dia berharap jam kerja guru bisa kembali seperti semula. “Sekarang, murid libur, tapi guru tetap masuk kerja,” katanya.
Nurul Hamidah, guru PPPK dari salah satu kabupaten di Jawa Timur, juga menyampaikan keluhan yang sama. Dia mengatakan bahwa guru PPPK tidak memiliki waktu libur sama sekali, seperti bekerja di kantor pelayanan umum, sehingga tidak ada waktu untuk anak-anak di rumah.
“Anak-anak kami di rumah libur tanpa didampingi. Demi mengikuti aturan, kami harus mengorbankan anak-anak di rumah,” ujarnya.
Nurul merasa bahwa pekerjaan sebagai guru tidak seperti yang didambakan dahulu. Guru di sekolah sekaligus pendamping di rumah untuk anak-anaknya sendiri.
Para guru PPPK juga kadang merasa bingung. Mereka senang menjadi ASN karena kesejahteraannya meningkat, tetapi harus mengorbankan waktu bersama keluarga.
“Waktu libur sangat berarti bagi kami untuk bersama keluarga. Hanya sekali dalam satu semester, selebihnya total di sekolah. Pulang sore dan sampai rumah jam 15.00 karena jauhnya jarak tempuh,” tuturnya.
Nurul menambahkan bahwa meskipun PPPK bisa cuti, seorang guru tidak terbiasa melakukannya kecuali dalam kondisi darurat. Seharusnya ada kesempatan yang berimbang.
Guru sudah banyak waktu di sekolah, jadi sebaiknya diberikan kesempatan untuk bersama anak dan keluarga. “Kadang malam-malam pun harus ikut seminar online demi poin dan pengembangan yang harus dilakukan,” terangnya. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News