JABARNEWS | BANDUNG – Sutradara Hanung Bramantyo ternyata tidak cuma mengandalkan kamera besar untuk berkarya membuat film.
Di masa laluny dalam pembuatan sebuah film, sutradara berusia 44 tahun itu pernah menggunakan handycam untuk pengambilan sebuah gambar.
“Misalnya adegan naik sepeda atau motor, saya harus tangkap gambar jeruji. Kalau saya pakai kamera besar, sepedanya pasti akan oleng,” jelas Hanung beberapa waktu yang lalu.
Pada saat yang sama, dia juga bisa mengambil adegan tersebut dengan kamera besar dari jarak jauh (long shot) karena ukuran smartphone yang kecil takkan terlihat dari jauh.
“Jadi bisa mendapat dua gambar sekaligus dalam sekali bidik,” kata dia.
Hanung pun memanfaatkan smartphone untuk adegan ledakan di film “Soekarno” yang rilis pada 2013 lalu meski fungsinya bukan kamera utama.
“Biasanya second camera, third camera atau fourth camera.”
Dia takjub dengan keunggulan fitur ponsel pintar masa kini yang bisa dimanfaatkan untuk membuat film layar lebar.
Salah satunya fitur slow motion yang menurut Hanung bisa dipakai untuk adegan perang, seperti sayatan pedang atau baku hantam.
“Teknologi sekarang membuat kita tidak punya alasan untuk membuat film itu susah atau ribet,” katanya.
Hanung mengenang masa lalu ketika dia mulai membuat film bermodalkan handycam pinjaman.
Dia harus bersusah payah mencari peralatan karena belum ada ponsel pintar yang menyediakan fitur canggih.
Video direkam di kaset yang ia beli dari teman yang berbisnis membuat video pernikahan.
“Editnya di mana? Di studio kawinannya dia,” kenang Hanung.
Ketika film rampung, ia tak punya banyak pilihan seperti saat ini.
YouTube belum jadi pilihan, dan yang bisa dilakukan Hanung adalah mengirimnya ke festival film dari Dewan Kesenian Jakarta. Karyanya keluar jadi juara pertama.
Festival film tak hanya menumbuhkan motivasi —berkat hadiah yang didapat— tetapi juga koneksi menuju industri sehingga bisa mengembangkan sayap di dunia film. (Ara)