Hoaks Menggila di Pemilu 2024, Waspadai Terulang di Pilkada

Ilustrasi penyebaran hoaks
Ilustrasi penyebaran hoaks

“Yang jelas, ada potensi risiko yang lebih tinggi terhadap stabilitas sosial dan proses demokrasi akan lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Loina.

b. Dominasi Tema Politik dan Pemilu

Hoaks bertema politik menyumbang hampir setengah dari keseluruhan hoaks yang beredar, memperlihatkan betapa rentannya ekosistem informasi politik di tahun pemilu (48,9%). Data dari Januari hingga Juni 2024, menunjukkan bahwa tema politik ini konsisten menjadi isu utama setiap bulan, menggarisbawahi tingginya intensitas disinformasi terkait tahapan Pemilu 2024. Namun dari 2119 hoaks yang ditemukan, isu pemilu diangkat secara khusus dalam 31,6% temuan.

Baca Juga:  Peringati Hari Bumi, Kota Bandung Tanam 3.000 Pohon Kopi

c. Visual sebagai Kunci

Sebanyak 62,9% hoaks berbentuk kombinasi antara teks dan video, menunjukkan bahwa hoaks lebih efektif saat memanfaatkan konten visual untuk mendukung narasi teks untuk meningkatkan daya tarik dan kredibilitasnya. Kemajuan AI mempermudah produksi konten-konten semacam ini.

Hasil pemantauan menunjukkan bahwa hoaks paling banyak ditemukan di Facebook (30,4%). Namun platform berbasis video, terutama TikTok dan YouTube, menjadi saluran utama penyebaran hoaks terkait pemilu. TikTok mencatat 26,7% dari total temuan hoaks pemilu, diikuti oleh YouTube dengan 25,4%. Peralihan ini mencerminkan kekuatan konten video dalam memengaruhi opini publik dan menjadikannya fokus utama dalam strategi mitigasi disinformasi. Dengan populasi Gen Z yang semakin besar sebagai pemilih pemula dalam Pilkada 2024, pengaruh platform Tik Tok pada pemilih muda menekankan perlunya strategi yang ditargetkan untuk mengedukasi dan meningkatkan literasi media di kalangan generasi ini.

Baca Juga:  Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan Jadi Kunci Kondusifitas Jelang Pemilu 2024

d. Hoaks sebagai Alat Manipulasi Opini Publik

Data menunjukkan bahwa hoaks tetap menjadi alat penting dalam memanipulasi opini publik sepanjang tahapan Pemilu 2024. Sebagai contoh, pada bulan Januari 2024, 33,3% dari hoaks yang tersebar berfokus pada dukungan terhadap capres-cawapres dan reaksi terhadap debat.

Baca Juga:  Nakes RSUD Bayu Asih Tolak Vaksinasi di Tiktok, Pengamat: Tidak Etis

Sementara itu, isu kecurangan menguat di bulan Februari-April (antara 13%-22%), ketika beberapa tahapan krusial yang menentukan hasil pemilu berlangsung. Dinamika isu ini menunjukkan bahwa hoaks beradaptasi dengan momentum dan juga menunjukkan bagaimana hoaks digunakan secara strategis untuk membentuk persepsi publik pada momen-momen kritis dalam proses pemilu.

Hoaks juga cenderung mengeksploitasi emosi negatif. hoaks pemilu banyak mengandung narasi wedge driver (67%), yang bertujuan menjatuhkan pihak-pihak tertentu, dibandingkan dengan tipe pipe dream (31%) yang berfungsi mengangkat citra. Pola ini menunjukkan adanya strategi sistematis untuk mempengaruhi persepsi publik dengan cara yang merugikan.***