JABAR NEWS | JURNAL – Sejatinya, kesenian merupakan bagian dari tradisi dan budaya yang merupakan wujud dari identitas sebuah bangsa. Sama halnya dengan harta, kesenian juga diwariskan secara turun-temurun agar tetap terus terjaga keeksisanya.
Di Indonesia sendiri terdapat begitu banyak kesenian daerah yang tergolong unik dan menarik. Tak hanya sebagai warisan budaya, sebagian kesenian mengandung nilai-nilai mistis. Hal ini tak lepas dari faham animisme dan dinamisme yang dianut oleh nenek moyang jaman dulu. Itulah mengapa kesenian-kesenian ini biasanya akan dipentaskan saat masa panen, hajatan dan juga peristiwa-peristiwa penting.
Bahkan, pada zaman dulu kesenian di Indonesia sering kali dijadikan sarana untuk berkomunikasi dengan para leluhur lewat media lagu dan tari-tarian. Meski kian tergerus oleh perkembangan zaman, kesenian berbau mistis ini masih terus dapat bertahan walau hanya mentas sekali atau dua kali dalam satu bulan di wilayah-wilayah perkampungan. Berikut beberapa kesenian berbau mistis di Indonesia, versi anehdidunia.com.
Debus
Debus merupakan Kesenian yang memadukan unsur tari, musik dan juga beladiri yang menjadi ciri khas dari wilayah Banten, Jawa Barat. Kesenian ini memiliki daya tarik utama pada aksi beladiri yang menunjukan kekebalan tubuh manusia terhadap benda tajam, api bahkan hingga air keras. Menurut sejarah yang ada, kesenian ini pertama kali muncul pada abad ke 16 di era pemerintahan Sultan Maulana Hassanuddin antara tahun 1532-1570. Kemudian debus kian populer di kalangan warga Banten saat Sultan Ageng Tirtayasa menggunakanya sebagai alat untuk memompa semangat rakyat Banten pada masa perang melawan Belanda pada tahun 1651-1692. Saat itu Debus yang sebenarnya merupakan Seni Beladiri, disamarkan menjadi sebuah kesenian tari lengkap dengan alunan musik tradisional yang dipadukan dengan aksi unjuk kekebalan tubuh.
Saat pementasanya, atraksi ekstrim yang biasa di tampilkan dalam Debus diantaranya, menusuk dan mengiris tubuh dengan benda tajam, memasak telur di atas kepala, hingga yang paling ekstrim adalah menyiram tubuh dengan air keras. Nah disinilah keunikan Debus karena meski telah ditusuk, di iris ataupun terkena benda panas, tubuh dari para pelakon Debus biasanya sama sekali tak terluka bahkan tergores. Hal ini diyakini karena saat melakukan Debus tubuh manusia tersebut konon mendapat perlindungan dari makhluk gaib yang membuatnya kebal. Namun ada pula yang menyebutkan kalau pemain Debus mendapatkan kekebalan tubuhnya dari sebuah tarekat yang mereka lakukan. Dengan tarekat ini seseorang akan mendapat tubuh yang kuat dari Yang Maha Kuasa. Hal ini didasarkan pada salah satu sejarah yang menyebutkan bahwa Debus sebenarnya berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad. Debus yang dalam bahasa Arab berarti “Tombak”, konon awalnya masuk ke Banten sebagai sarana penyebaran Agama Islam pada tahun 1848-1908 yang dibawa oleh para pengawal Cut Nyak Dien.
Kuda Lumping
Kuda Lumping atau yang juga di kenal dengan sebutan “Jathilan” merupakan kesenian daerah yang hampir ada di semua wilayah Jawa dan Bali, meski dengan nama yang berbeda-beda. Kesenian berupa sendra tari ini biasanya dimainkan oleh 6 hingga 10 orang dengan ciri khas tarian yang menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu. Menurut sejarah yang ada kuda Lumping merupakan tarian yang terinpirasi oleh kehidupan orang pada zaman dulu yang kehidupan sehari-harinya biasa di isi dengan berburu dan bercocok tanam. Karena itu dulunya tari Kuda Lumping sering kali di pentaskan di area persawahan saat akan dimulainya masa taman maupun saat akan memanen hasil sawah.
Gerakan tari yang lumayan bertenaga dengan hentakan kaki yang kuat dari para penari Kuda Lumping konon dapat menyuburkan tanah, sekaligus menakut-nakuti binatang liar seperti babi hutan untuk mendekati area persawahan. Di tengah Tarian dan iringan Gamelan inilah biasanya para penari kuda Lumping akan mengalami kesurupan atau kerasukan dan mulai meminta berbagai macam hal aneh untuk dimakan. Hal-hal aneh tersebut biasanya berupa bara api, barang pecah belah hingga ayam yang masih hidup. Saat kerasukan ini tubuh dari para penari Kuda lumping dipercaya telah dirasuki oleh roh para prajurit kuno ataupun makhluk penunggu wilayah sekitar. Karena itu saat pementasan Kuda Lumping biasanya juga akan ada seorang “Pawang” khusus yang tugasnya menjaga agar orang yang kesurupan tak lepas kendali sekaligus menyadarkan mereka saat Roh yang merasuki mereka telah puas memakan sesajen. Pawang ini sendiri biasanya orang yang di tuakan dalam sebuah Grup penari Kuda Lumping sekaligus seseorang yang paham akan ilmu Kejawen. Karena itulah, Kesenian Kuda Lumping sering di identikan dengan dunia mistis.
Bambu Gila
Bambu Gila merupakan Kesenian Khas Maluku yang sangat kental kesan mistisnya. Seni tari yang biasanya dipentaskan dalam acara-acara khusus ini menggunakan bilah bambu sebagai atraksi utamanya. Namun Bambu ini bukanlah bambu biasa karena sebelumnya telah di bacakan mantra khusus. Setelah di bacakan mantra inilah tiba-tiba bambu akan terasa sangat berat dan bahkan bergerak dengan liar. Saat inilah para penari harus bertahan memegang bambu agar jangan sampai lepas sambil menahan berat dan goncangan yang kuat. Kesan mistis dari kesenian ini cukup kuat karena tak hanya para pemainya saja yang akan merasakan aura mistis saat pementasan Bambu Gila, tapi juga para penonton yang melihat di sekitarnya. Kesenian unik ini nyaris bisa ditemukan di setiap Kabupaten yang ada di Maluku dan bahkan kini telah menjadi salah satu atraksi wisata yang paling populer di Maluku.
Reog Ponorogo
Reog merupakan salah satu kesenian asal wilayah pesisir barat Jawa Timur, khususnya wilayah Ponorogo yang sangat kental dengan nuansa mistis. Kesenian yang memiliki ciri khas pada topeng unik yang dipakai oleh para penarinya ini, biasanya dipentaskan dalam peristiwa penting seperti pernikahan, khitanan hingga hari besar nasional. Tarian Reog sendiri biasanya menceritakan kisah tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Kisah ini kemudian dikemas dalam tiga sesi tari dalam pementasan Reog yang di bagi menjad tiga kelompok terpisah. Tarian pertama biasanya di perankan oleh 6-8 orang pria berpakaian serba hitam yang mukanya di rias dengan warna merah dan kuning. Para pria ini konon melambangkan sosok singa yang pemberani.
Tarian ke dua, dibawakan oleh 6-8 wanita yang menaiki kuda dengan Jaran Kepang. Pada versi orisinilnya, para penari yang memerankan Dewi Ragil ini biasanya diperankan oleh laki-laki yang berdandan sebagai wanita. Namun seiring dengan berkembangan jaman peran penari Jaran Kepang ini di gantikan oleh kaum hawa. Puncak dari kesenian Reog adalah tarian Singa Barong, dimana para pemainya menggunakan topeng wajah singa yang dihiasi dengan mahkota yang terbuat dari anyaman bambu yang dihiasi dengan bulu merak. Hebatnya topeng yang beratnya bisa mencapai 60-80kg ini hanya diangkat menggunakan gigi saja. Untuk bisa mengangkat topeng ini seorang penari Singo Barong harus mendapatkan pelatihan yang amat keras, namun selain itu kekuatan luar biasa ini juga diperoleh lewat bantuan dunia mistis dengan cara bertapa dan juga puasa. Selain mengangkat topeng Singo Barong dalam pementasanya seorang pemain Reog kadang juga membopong salah satu penonton di atas topeng Singo Barong miliknya. Dengan tambahan orang ini berat yang harus di tanggung oleh seorang pemain Reog bisa mencapai dua kali lipat dari biasanya.
Tarian Bedhaya Kethawang
Bedhaya Kethawang merupakan sebuah tarian asal keraton Yogyakarta yang amat di sakralkan dan hanya digelar sekali dalam setahun. Tarian ini konon merupakan persembahan dari Nyi Roro Kidul, sebagai penghormatan bagi raja-raja penerus kerajaan Mataram. Sangking sakralnya konon Nyi Roro kidul juga ikut menari saat pementasan Bedhoyo Kethawang. Menurut kitab Wedbapradangga, kono pencipta tarian Bedhoyo Kethawang merupakan Sultan Agung dan Kanjeng Ratu Kencanasari, penguasa laut selatan yang juga disebut Kanjeng Ratu Kidul. Sultan Agung sendiri merupakan raja pertama sekaligus yang terbesar dalam sejarah kerajaan Mataram dan memerintah antara periode 1613-1645.
Konon untuk menciptakan tarian ini Sultan Agung memerintahkan para ahli Gamelan untuk menciptakan sebuah gendhing yang bernama Ketawang. Suara Gendhin inilah yang menciptakan suasana lain dari yang lain saat pementasan Bedhoyo Kethawang. Suasana tak biasa ini akan makin terasa saat suara rehab yang digesek mulai terdengar menjelang keluarnya para penari dari Dalem Ageng Prabasuyasa, menuju ke Pendapa Agung Sasanasewaka. Selain itu yang membuat tarian ini kian mistis adalah persiapan menjelang di pentaskannya tarian ini yang membutuhkan beragam persiapan termasuk diantaranya slametan dengan berbagai sesajen untuk kelancaran acara.
Tari Sanghyang Janger
Sanghyang Janger merupakan tarian yang sering dipentaskan di desa Metra, Tembuku, Bangli. Tarian ini tergolong sebagai tarian yang unik, sakral sekaligus erat dengan hubunganya dengan dunia gaib. Berbeda dengan tarian Janger yang belakangan ini yang lebih menonjolkan gerakan dan bahasa tubuh yang sensual. Tarian Sanghyang Janger justru banyak menampilkan gerakan yang berbahaya dengan bermain-main dengan bara api. Namun disinilah justru daya tarik utama dari tari Sanghyang Janger, karena meski bersentuhan langsung dengan api namun tak satupun penari Sanghyang Janger yang mengalami luka bakar. Saat dipentaskan Sanghyang Janger biasanya akan dimanikan oleh 10 penari pria dan 10 penari wanita.
Setelah beberapa saat menari, biasanya seorang penari Sanghyang Janger akan mengalami kesurupan dan mulai bermain dan berjalan diatas para api. Selain para penari, tak jarang juga ada pengiring lain bahkan hingga penonton yang kesurupan dan ikut bermain bara api. Karena itu tarian ini terkenal begitu mistis, namun selain keunikanya ini. Bagi warga setempat tarian Sanghyang Janger tak hanya sekedar tarian yang berbau mistis, tapi juga merupakan sebuah ritual wajib untuk menolak bala. Warga setempat percaya jika tarian ini tak dipentaskan maka akan terjadi musibah. Hal ini berhubungan dengan tujuan pementasan tarian ini pada zaman dulu yang merupakan persembahan bagi Ida Hyang Widi Wasa, untuk memohon keselamatan dan kemakmuran bagi warga Bangli.
Jika kita lihat dari sejarahnya, semua kesenian ini sebenarnya dibuat untuk mengenang sebuah peristiwa atau bahkan merupakan bagian dari upacara adat untuk menunjukan rasa terimakasih pada dewa ataupun dewi. Seiring dengan perkembangan zaman mulai beralih menjadi sebuah hiburan rakyat sekaligus bagian dari kekayaan budaya dan warisan berharga dari nenek moyang yang wajib dilestarikan.(*)
Jabar News | Berita Jawa Barat