Ruswandi menyatakan bahwa acara ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa talasemia adalah penyakit genetik yang bisa dicegah melalui deteksi dini.
“Dengan adanya acara ini, kami harap masyarakat semakin memahami pentingnya pencegahan talasemia,” ujarnya pada Selasa (10/9/2024).
Ia juga menekankan pentingnya program skrining ini dilaksanakan secara rutin untuk memastikan keberlanjutannya.
Ruswandi mengungkapkan bahwa di Jawa Barat, terdapat sekitar lima ribu penderita talasemia, dengan 1.391 di antaranya berasal dari Kota Bandung.
Ia menegaskan bahwa talasemia bukanlah penyakit menular, melainkan gangguan genetik yang bisa dicegah melalui edukasi dan kesadaran masyarakat. “Kami berharap masyarakat lebih mendukung upaya pencegahan ini,” tambahnya.
Ketua STFI, Adang Firmansyah, menekankan bahwa program deteksi dini talasemia harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Ia menyebutkan bahwa masih banyak penderita talasemia yang belum teridentifikasi.
“Angka yang terlihat mungkin hanya sebagian kecil dari kenyataan yang ada. Meskipun jumlah penderita yang terdata antara 12-20 ribu orang, biaya yang dikeluarkan BPJS mencapai Rp600 miliar, dengan satu pasien bisa menghabiskan sekitar Rp400 juta untuk transfusi darah,” jelasnya.
Adang berharap agar kegiatan skrining ini dapat diperluas ke daerah-daerah lain di Kota Bandung.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, dalam sambutannya menekankan bahwa pencegahan talasemia merupakan prioritas bagi kesehatan masyarakat di Bandung.
Ia menegaskan komitmen pemerintah untuk memperluas program deteksi dini talasemia, bukan hanya di Bandung, tetapi juga di seluruh Indonesia.
“Kami bertekad untuk terus menekan angka penderita talasemia melalui deteksi dini yang lebih luas,” tutupnya. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News