JABARNEWS | BANDUNG – Pameran seni grafis dengan teknik lino cut karya I Kadek Septa Adi di Hybridium, Lawangwangi Creative Space, Lembang, Bandung Barat, mengingatkan kita kembali pada persoalan manusia saat ini yang tiada henti menjunjung humanisme tetapi di sisi lain perang terus berlanjut.
Seniman asal Bali ini menunjukkan kepekaannya terhadap dinamika sosial.
Karya seni grafis seri ‘Artileri’ yang dipamerkan di Hybridium pada tanggal 14 Juni hingga 17 Juli 2024 ini, menurut Axel Ridzky, kurator pameran, karyanya kali ini menggambarkan reaksi terhadap peristiwa-peristiwa terkini, baik di sekitar maupun global. Dimana dunia terus diguncang oleh berita-berita yang meresahkan seputar perang. Septa Adi membayangkan utopia dari perang yang menurutnya paradoks.
Ia merefleksikan ketegangan dari berbagai konflik yang kemudian diolah dengan medium seni grafis, meminjam spirit anti-perang dari Picasso. Adegan dari Guernica (1937) terlihat dipotong dan tersebar, banteng yang kubistis, sampai manusia ekspresi teriak horor dari pengeboman yang terjadi disana.
“Kita terbawa ke dalam adegan komikal perang yang riuh. Penuh ledakan, bentrokan dan dentuman. Diantaranya dengan latar lanskap bertumpuk khas lukisan Bali yang serupa,” kata dia.
Pameran tunggal Kadek Septa Adi bertajuk “Horns and Cannons” di Hybridium menyajikan objek gambar berupa meriam, rudal, tank baja, pesawat tempur, tidak hanya menunjukkan kecerdasan manusia tetapi juga menjadi ancaman bagi pola hidup tradisional yang telah bertahan selama berabad-abad. Menjadi dilema etis antara kemajuan teknologi terhadap realitas desa.