Benturan antara dua simbol tanduk (tradisi) dan meriam (modernitas) menangkap ketegangan antara pelestarian dan kemajuan teknologi. Karya-karya disini merujuk pada renungan, keluar ke hal lebih luas di mana kita masih menemukan konflik, gesekan, perang.
Kecenderungan gambar berseri pada karya Kadek Septa Adi menyajikan empat kanvas sebagai media hasil cukilannya cukup menantang pada prosesnya karena pengunjung pameran bisa melihat secara langsung bagaimana hasil cukilannya pada bidang dupleks (plat matrik). Serta tiga plat/matrik tanpa hasil cetaknya. Rupanya, komik menjadi salah satu perbendaharaan rupa yang dikonsumsi oleh Kadek Septa Adi pada karya-karya cukil sejak 2008.
Seniman ini menghimpun banyak figur-figur khayalan pada beberapa adegan di atas satu bidang karya, sehingga gambar yang dihasilkan terkesan padat namun dikomposisi dengan cukup apik, disertai teks minimalis.
Unsur tradisi gambar Bali (lukisan Kamasan, Batuan, Ubud, Young Artist, dll) terasa tidak berjarak dengan bentuk-bentuk objek yang modern pada satu karya. Nampaknya unsur garis, bidang dari lukisan tradisi Bali memungkinkan tetap dihadirkan dengan teknik cetak ini.
“Karya grafis Kadek Septa Adi menarik pada unsur detail, topik dalam karya serta craftmenshipnya luar biasa. Matrik dan cetakannya dipamerkan bersamaan untuk menunjukkan bagaimana skill seniman ini. Hybridium ke depan akan membuka shop khusus karya limited edition bersamaan dengan pameran seniman terpilih di ruang galeri Lawangwangi serta art fair yang ada di Indonesia. Harapannya, bahwa, karya limited edition, dapat lebih dijangkau oleh kolektor daripada karya-karya besar yang biasa dipamerkan di ruang galeri Lawangwangi,” kata Andonowati, Direktur ArtSociates, di Hybridium, Bandung, Jumat (14/6/2024).