Ia menilai, larangan semacam itu hanya dapat dilaksanakan apabila Jaksa Agung berani menyatakan bahwa atribut keagamaan tersebut dapat mengusik independensi jaksa maupun hakim.
“Problem utamanya adalah sesuai hak asasi manusia, mekanisme peradilan itu terpengaruh atau tidak. Jaksa gara-gara terdakwa pakai simbol (agama) gitu terus terpengaruh, ‘aduh tadi saya salah ngomong enggak ya, nanti saya masuk neraka,’ gara-gara itu, jadinya dia (jaksa) enggak bisa profesional,” ungkap Anam.
Sebelumnya diberitakan, Burhanuddin melarang terdakwa mengenakan atribut keagamaan yang sebelumnya tidak pernah digunakan di persidangan. Burhanuddin bahkan menyebut bahwa Kejaksaan Agung berencama menerbitkan surat edaran terkait hal ini.
Keputusan Jaksa Agung ini bukan tanpa alasan. Hal ini menyusul maraknya terdakwa kasus yang mendadak menggunakan pakaian yang identik dengan agama tertentu, misalnya peci dan hijab.
Padahal, sebelum terjerat kasus yang bersangkutan tidak pernah menggunakannya. Langkah tersebut kemudian dianggap menodai agama tertentu. (red)
sumber: Kompas.com